Wikana, Pupusnya Pejuang Golongan Muda

Wikana adalah tokoh yang paling tidak dikenal dalam sejarah Indonesia. Padahal pada peristiwa pencetusan Proklamasi 1945 peran beliau yang paling penting karena berkat koneksinya di Angkatan Laut Jepang atau Kaigun, Proklamasi 1945 bisa dirumuskan di rumah dinas Laksamana Maeda di Menteng yang terjamin keamanannya.
Lalu Wikana mengatur semua keperluan Pembacaan Proklamasi di rumah Bung Karno di Pegangsaan, ia juga tegang saat melihat Bung Karno sakit malaria pagi hari menjelang detik-detik pembacaan Proklamasi. Wikana kasak kusuk ke kalangan militer Jepang untuk tidak mengganggu jalannya upacara pembacaan teks proklamasi. Setelah kemerdekaan jalan hidup Wikana sangat rumit, ia dianggap terlibat peristiwa Madiun 1948, namun berhasil lepas dari kejaran tentara.
BACA JUGA: Potret Gunung Bagus, Wisata Bukit Teletubbies
Bersama dengan pejuang-pejuang dari Nasionalis sayap kiri ia menghilang dan baru kembali setelah DN Aidit melakukan pledoi terhadap kasus Madiun 1948 yang mulai digugat oleh Jaksa Dali Mutiara pada 2 februari 1955. Namun revitalisasi PKI ditangan DN Aidit membuat Wikana tersingkir dan dianggap bagian dari golongan tua yang tidak progresif, ini sama saja dengan kasus penyingkiran kaum komunis ex Digulis oleh anak-anak muda PKI, karena tidak sesuai dengan perkembangan perjuangan komunis yang lebih Nasionalis dan mendekat pada Bung Karno.

Wikana merupakan tokoh pemuda yang bergerak di Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta.(Dok/Wiki Commons)
Meski sejarah menyembunyikan dan seolah ingin menghilangkan perannya dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, Wikana merupakan tokoh penting dalam kemerdekaan RI, ia merupakan salah satu pemuda yang ikut mendesak Ir. Soekarno untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia setelah mendengar berita kekalahan Jepang.
Dikutip dari Kronik Sejarah Indonesia, Wikana lahir di Sumedang, Jawa Barat, 18 Oktober 1914. Ayahnya, Raden Haji Soelaiman merupakan seorang priyayi Demak, Jawa Barat. Wikana merupakan anak ke-14 dari 16 bersaudara.
Wartawan Senior Rosihan Anwar dalam Catatan Sejarah Kecil(Gramedia, Jakarta,2010) mengungkapkan Wikana menempuh pendidikan pertamanya di Europeesche Lagere School (ELS) yang merupakan sekolah dasar berbahasa Belanda. Setelah lulus dari ELS, Wikana melanjutkan pendidikannya ke Meer Uitgebred Lager Onderwijs (MULO). Kemudian setelah lulus pada tahun 1932 ia langsung terjun ke dunia politik mengikuti jejak sang kakak, Winata.

Wikana lahir di Sumedang, Jawa Barat, 18 Oktober 1914.(Dok/Wiki Commons)
Wikana terkenal sebagai tokoh yang cukup disegani oleh kalangan muda khusunya pemuda-pemuda dari Menteng 31. Wikana masuk dalam golongan Chaerul Saleh dan Sukarni saat proses penculikan Soekarno dan Hatta ke Rengasdenglok. Wikana juga ikut mengatur persiapan untuk keperluan proklamasi kemerdekaan RI di rumah Bung Karno di Jl. Pegangsaan Timur No.56.
Saat acara proklamasi Kemerdekaan Indonesia tengah berlangsung ia dengan berani membujuk militer Jepang agar tidak menggangu jalannya upacara. Pada tahun 1938 ketika Barisan Pemuda Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) didirikan, Wikana terpilih menjadi ketua yang pertama.
Dilansir dari berbagai sumber, sepak terjang Wikana sebagai pejuang mulai surut setelah Peristiwa Madiun 1948. Posisinya yang saat itu sebagai Gubernur Militer Wilayah Surakarta digantikan oleh Gatot Soebroto. Wikana termasuk dalam jejeran pahlawan yang menghilang dan meninggal akibat tragedi pembantaian G30S/PKI pada 1965-1966. Meski memiliki peran penting dalam proses proklamasi Kemerdekaan Indonesia, hingga detik ini Wikana belum ditetapkan sebagai Pahlawan nasional. Nama Wikana pun tidak sepopuler para pejuang yang lainnya, bahkan terkesan dilupakan.

Kedekatan dengan DN Aidit dan Peristiwa Madiun membuat Wikana seperti dilenyapkan dari sejarah Indonesia.(Dok/Wiki Commons)
Semasa hidupnya, Wikana juga mengabdi di pemerintah republik yang baru saja berdiri. Ia mengemban beberapa posisi menteri antara lain: Menteri Negara dalam kabinet Sjahrir III masa kerja 2 Oktober 1946-27 Juni 1947, Menteri Negara dalam kabinet Sjahrir II masa kerja 12 Maret 1946-2 Oktober 1946, Menteri Negara dalam kabinet Amir Sjarifuddin I masa kerja 3 Juli 1947-11 November 1947 dan Menteri Negara (Urusan Pemuda) dalam kabinet Amir Sjarifuddin II masa kerja 11 November 1947-29 Januari 1948.
Terakhir Wikana tinggal di daerah Simpangan Matraman Plantsoen dalam keadaan miskin dan sengsara karena tidak mendapat tempat di PKI dan diisolir oleh Aidit. Beruntung Waperdam Chaerul Saleh pada tahun 1965 menarik Wikana menjadi anggota MPRS. Pada saat penangkapan-penangkapan setelah kejadian GESTAPU, Wikana hilang begitu saja. Sampai sekarang tidak jelas juntrungannya. Sejarah kadang gampang menghakimi seseorang sebagai pengkhianat dan sosok yang kalah tanpa memahami konteks sebenarnya yang terjadi pada masa itu. Dan itulah tragika kehidupan Wikana, pejuang yang dilupakan.(*)
Berikan tanggapanmu di sini
Belum ada komentar