Paraga, Permainan Tradisional Suku Bugis yang Padukan Seni dan Olah Raga

Paraga atau Pa’raga termasuk salah satu permainan tradisional yang populer di Sulawesi Selatan(Sulsel). Permainan khas Suku Bugis ini memadukan unsur kesenian dan olah raga.
Dalam permainannya Paraga biasa melibatkan anak laki-laki, anak muda maupun orang dewasa. Pasalnya, Paraga memiliki gerakan yang rumit dan perlu ketangkasan khusus untuk memainkannya. Selain itu, dalam sejarahnya, Paraga juga termasuk media untuk penyebaran agama Islam di Sulawesi Selatan. Paraga mulai diperkenalkan kepada masyarakat Suku Bugis sejak abad ke-15.
BACA JUGA: Sepak Tekong, Permainan Petak Umpet Versi Anak-Anak Minang
Paraga berbeda dengan sepak takraw, sebab Paraga bukan permainan untuk dipertandingkan. Permainan ini hanya sebagai atraksi untuk unjuk kebolehan atau ketangkasan. Paraga juga bisa dimainkan secara beregu dengan jumlah pemain minimal enam orang.

Paraga biasanya dimainkan oleh enam orang pemain.(Dok/Kemdikbud.go.id)
Biasanya dalam pertunjukan paraga atau sepak raga ada enam orang penari dan empat orang pemain musik. Semuanya memiliki tugas masing-masing untuk menyelaraskan satu sama lain. Salah satu unsur yang harus dilatih disepak raga ini yaitu keseimbangan yang menjadi modal untuk mengolah bola sedemikian rupa. Apalagi dalam formasi gerakan bersusun yang sangat mengandalakan kerja sama tim agar bola tetap dalam kontrol mereka.
Dalam paraga, bola rotan dipantul-pantulkan tidak hanya menggunakan kaki, tapi juga kepala dan tangan. Keberadaan passapu, topi segitiga yang diberi lapisan kanji agar mampu menegak, sangat membantu para pemain paraga saat melakukan olah bola dengan kepala. Para pemain paraga juga kerap memanfaatkan sarung yang menjadi bagian dari kostum mereka untuk mengolah bola paraga.

Permainan Paraga selalu diiringi musik berupa gong dan calong-calong.(Dok/Kemdikbud.go.id)
Selama permainan, posisi pemain dalam mengolah bola paraga pun beragam. Mulai dari berdiri, duduk, jongkok, hingga berbaring. Paraga pun dimainkan dalam berbagai formasi. Salah satunya, formasi menara yang terbentuk dari tumpukan para pemain yang berdiri di atas bahu pemain lainnya hingga berbentuk seperti menara.
Bola paraga juga berbeda dengan bola rotan yang kerap digunakan untuk sepak takraw. Satu bola paraga utuh memiliki tiga lapis anyaman rotan. Satu lapis anyaman membutuhkan waktu pembuatan sekitar 45 menit. Jadi, dibutuhkan waktu sekitar dua jam untuk menganyam satu bola paraga. Kebanyakan pemain paraga bisa membuat sendiri bola paraga. Jadi, jika ada bagian bola yang rusak, mereka bisa memperbaikinya.

Permainan Paraga berbeda dengan sepak takraw.(Dok/Kemdikbud.go.id)
Setelah dibuat, bola paraga pun memerlukan perlakuan khusus sebelum dimainkan. Konon, bola paraga diberi mantra khusus oleh guru atau pemain senior paraga, agar keselamatan dan kekompakan para pemain tetap terjaga saat memainkan paraga.
Paraga merupakan perpaduan unsur permainan, olah raga sekaligus kesenian tradisional Bugis yang indah. Ia selalu dimainkan dengan iringan musik yang terdiri dari gendang dan gong, juga calong-calong – yakni alat musik yang terbuat dari bambu dan dimainkan dengan cara dipukul menggunakan potongan kayu – agar para pemainnya tetap bersemangat.

Permainan Paraga selalu diiringi tarian namanya Tari Paraga.(Dok/Kemdikbud.go.id)
Para pemain paraga pun bergerak memantul-mantulkan bola sambil menari mengikuti iringan tetabuhan musik yang dimainkan.
Meski hanya sebagai atraksi, permainan Paraga memiliki nilai edukatif. Kebersamaan serta tekad yang kuat dan gotong royong menjadikan para pemain paraga tidak sembarang bermain. Ada nilai-nilai khusus yang ingin diajarkan tak hanya bagi para pemainnya tapi juga bagi penontonnya. Paraga merupakan warisan seni yang harus dilestarikan bersama karena meiliki keistimewaan tersendiri yang tak dimiliki oleh keseniaan tradisional lainnya.(*)
Berikan tanggapanmu di sini
Belum ada komentar