Bang Ali Dilarang Hadiri Pembukaan Pekan Raya Jakarta

7 Jul 2022
  • BAGIKAN
  • line
Bang Ali Dilarang Hadiri Pembukaan Pekan Raya Jakarta

Pekan Raya Jakarta (PRJ) kembali dibuka setelah dua tahun ditunda. Saat kasus harian COVID-19 meninggi, pintu utama JI EXPO Kemayoran ditutup rapat demi memutus mata rantai penyebaran Virus Corona. PRJ teralihkan, begitu pun acara lain di seluruh belahan dunia.

Kini, setelah pandemi melandai, PRJ akhirnya kembali bisa diselenggarakan selama 39 hari, dari 9 Juni hingga 17 Juli 2022. Pengunjung akhirnya bisa berbondong-bonding menonton pertunjukan musik dari band-band kenamaan ibu kota, wisata kuliner, arena bermain anak, belanja pelbagai produk anyar dan eksklusif, serta dapat turut menyemarakkan hari jadi Jakarta.

PRJ kembali bisa diakses masyarakat luas, persis seperti gagasan awal Gubernur ke-VII Jakarta Ali Sadikin kala kali perdana mengusung gelaran tersebut. Bang Ali melihat orang Jakarta, padahal bermukim di ibu kota, tampak kurang sekali hiburan murah.

“Saya ingat, dulu semasa kecil ada Pasar Gambir di Jakarta,” katanya dikutip dari biografinya Bang Ali: Demi Jakarta.

Pasar Gambir dimaksud Bang Ali merupakan hajatan pameran kerajinan dengan pelbagai hiburan dalam rangka menyemarakkan ulang tahun Ratu Wilhelmina. Hajatan yang biasanya diselenggarakan pada 31 Agustus hingga separo September tersebut pada tahun 1918 tak lagi digelar di bawah Departement van Onderwijs Eeredients en Nijverheid, tetapi dikelola panitia khusus.

BACA JUGA: Sihir Bang Ali Hadirkan Hiburan Murah Meriah Warga Jakarta

Pasar Gambir menjadi magnet bagi banyak penduduk dari pelbagai tempat di tanah Hindia-Belanda kala itu dilaksanakan di lokasi Monumen Nasional (Monas) sekarang. “Pasar Gambir itu merupakan keramaian menyenangkan,” kenang Bang Ali.

Ketika menjabat sebagai Gubernur Jakarta, Bang Ali ingin sekali membuat kanal-kanal hiburan murah bagi masyarakat Jakarta. Salah satunya, Bang Ali ingin membuat hajatan semacam Pasar Gambir yang tak lagi berlangsung sejak tentara Jepang menguasai Pulau Jawa.

Meski begitu, bukannya sama sekali tak ada acara semacam itu pada masa gubernur sebelumnya. Tercatat ada dua acara, Pekan Raya Nasional I (Agustus 1953) dan Pekan Raya Internasional (Oktober 1952). Namun, dua acara tersebut hanya bertahan dua tahun. Bang Ali mau membuat gelaran serupa, tetapi ingin bernasib berbeda.

 

Ali Sadikin.

Ali Sadikin. (Foto: Pinterest)

Bang Ali merasa masyarakat Jakarta butuh hiburan selepas tahun-tahun panas politik 1965. Panitia pun dibentuk dan harus rampung bekerja dalam tempo empat bulan.

Pada 15 Juni 1968 Djakarta Fair digelar dalam menyambut peringatan HUT ke-441 Jakarta di areal seluas 11 hektare lapangan Monas. Acara berlangsung selama sebulan penuh tersebut menyajikkan hiburan, pameran kerajinan dengan jumlah 116 peserta, bioskop, dan kesenian daerah.

Panitia semula mematok harga masuk bagi pengunjung sebesar Rp 50, namun Bang Ali protes meminta harga turun setengah. Akhirnya orang dewasa hanya membayar Rp 25. Sementara anak sekolah cukup mengeluarkan uang Rp 10.

“Perasaan perikemanusiaan menghendaki adanya hiburan bagi mereka ini,” kata Bang Ali dikutip Djaja, 22 Juni 1968. Saban tahun pengujungnya semakin membludak, gelarannya semakin meriah, pengisi acaranya tambah banyak, dan pameran barang dan kerajinan serta kesenian daerah kian melonjak.

Beroleh antusiasme tinggi masyarakat, pemerintah Jakarta lantas menetapkan Djakarta Fair atau kelak bernama Pekan Raya Jakarta (PRJ) menjadi acara tahunan melalui Keputusan Gubernur Kepala Daerah tanggal 16 Desember 1968 dengan No.jb.3/3/28/1968 tentang Pembentukkan Yayasan Penyelenggara Pekan Raya Jakarta.

PRJ di jantung kota Jakarta jadi tempat hiburan paling mudah akses, tak terlampau mahal, dan jadi magnet para pelancong dari dalam dan luar negeri. Saban tahun, PRJ mengalami lonjakan pengunjung bahkan penyelenggara harus menambah waktu gelaran seperti pada 1969 menjadi 71 hari. Selain karena antusiasme pengunjung, gelaran di tahun itu jadi spesial sebab hadir secara langsung Presiden Amerika Serikat Richard Nixon di sela kunjungan kenegaraannya.

Pekan Raya Jakarta.

Pekan Raya Jakarta. (Foto: sudinpusarjakbar.jakarta.co.id)

Namun, setelah tahun 1969, PRJ tak pernah lagi berlangsung lebih dari 40 hari. Bahkan lokasinya yang strategis tepat di jantung kota Jakarta harus bergeser. PRJ harus pindah sebab Monas akan direnovasi. Renovasi Monas, menurut Bang Ali pada Pers Bertanya Bang Ali Menjawab, jadi proyek pertamanya sejak menjabat gubernur padahal pembenahan itu tidak ada keuntungannya bagi masyarakat.

Saat renovasi berlangsung, penyelenggaraan PRJ berpindah ke Kemayoran. Sementara Monas, terus digenjot Bang Ali sebagai lokasi hiburan murah meriah lainnya. “Monas nan hijau semua seperti sekarang, memang itu saya inginkan. Itu jadi hiburan bagi rakyat dengan air mancur menari, dan itu tidak bertambah lagi,” katanya agak kesal saat tahun air mancur di Jakarta berkurang ketika di Taman Ria Senayan dibongkar dan tak ada ganti air mancur lain.

BACA JUGA: Panas Dingin Hubungan Bang Ali dan Soeharto

Meski dikenang sebagai inisiator hajatan tersebut, Bang Ali pernah dilarang menghadiri perayaan pembukaan PRJ. Tak cuma PRJ, seluruh acara hari-hari besar nasional. Bang Ali dikenakan larangan resmi sejak 1980.

“Orang nan sudah mengundang saya memohon agar undangan nan sudah diberikan dianggap saja tidak ada dan karena itu, ia memohon maaf. Belakangan ada juga mengatakan tetap mengharapkan kehadiran saya, tetapi jamnya (waktunya) ditentukan,” kata Bang Ali.

Usut-punya usut, pencekalan terhadap dirinya di masa pemerintahan Orde Baru lantaran persentuhan Bang Ali dengan Petisi 50. (*)

  • BAGIKAN
  • line