Sihir Bang Ali Hadirkan Hiburan Murah Meriah Warga Jakarta

7 Jul 2022
  • BAGIKAN
  • line
Sihir Bang Ali Hadirkan Hiburan Murah Meriah Warga Jakarta

Monumen Nasional (Monas) harus segera direnovasi. Ingar-bingar kemeriahan Djakarta Fair atau kelak bernama Pekan Raya Jakarta (PRJ) harus beralih ke tempat lain. PRJ padahal suskes digelar pada hajatan perdana 15 Juni 1968 dalam menyambut hari jadi ke-441 Jakarta.

Hajatan digelar di areal seluas 11 hektare lapangan Monas tersebut berlangsung selama sebulan penuh menyajikan hiburan, pameran kerajinan dengan jumlah 116 peserta, bioskop, dan kesenian daerah.

Pemerintah Jakarta bahkan langsung menjadikan PRJ sebagai acara tahunan melalui Keputusan Gubernur Kepala Daerah tanggal 16 Desember 1968 dengan No.jb.3/3/28/1968 tentang Pembentukkan Yayasan Penyelenggara Pekan Raya Jakarta karena beroleh antusiasme tinggi masyarakat. Namun, PRJ  tak lagi bisa diselenggarakan di jantung kota Jakarta saat area Monas direnovasi.

Renovasi Monas.

Renovasi Monas. (Foto: https://fitriwardhono.files.wordpress.com)

Renovasi Monas, menurut Bang Ali pada Pers Bertanya Bang Ali Menjawab, jadi proyek pertamanya sejak menjabat sebagai Gubernur Jakarta meski tidak ada keuntungannya bagi masyarakat secara langsung. Gubernur ketujuh Jakarta tersebut kemudian memastikan ketika Monas sudah selesai berpupur makan akan jadi lokasi hiburan murah-meriah bagi warga Jakarta.

“Monas nan hijau semua seperti sekarang, memang itu saya inginkan. Itu jadi hiburan bagi rakyat dengan air mancur menari, dan itu tidak bertambah lagi,” katanya agak kesal saat tahu air mancur di Jakarta berkurang ketika di Taman Ria Senayan dibongkar dan tak ada ganti air mancur lain.

Khusus hiburan dan tempat wisata murah meriah Bang Ali tak pernah pandang bulu. Mau tua-muda, laki-perempuan, semua orang bahkan anak muda pun turut jadi sorotannya agar bisa berolah tempat hiburan layak dan mudah akses.

BACA JUGA: Gubernur DKI Jakarta Perlu Pajak Judi Demi Bangun Kota

Khusus anak muda pacaran pun, Bang Ali masih mencurahkan tenaganya agar mereka berkesempatan menggunakan ruang publik sebagai tempat pacaran. Alasannya, menurut Bang Ali, sangat tidak mungkin bagi muda-mudi berpacaran di kampung padat.

“Nah, orang tidak mengerti itu, bagaimana sengsaranya hidup rakyat jelata itu,” kata Bang Ali.

Bang Ali lantas memburu kawasan Ancol nan memang sering digunakan muda-mudi kencan ingin ditata agar lebih nyaman. Ia pun menggandeng Ciputra, membabat semak belukar berawa-rawa disulap jadi tempat wisata modern, bersih, indah, dan layak sebagai tempat muda-mudi pacaran. Bang Ali sadar betul masyarakat Jakarta butuh banyak hiburan murah meriah agar terlepas dari beban hidup sehari-hari.

Ali Sadikin

Ali Sadikin. (Foto: Ali Sadikin. (Foto: Horizons, 1966)

“Kita ingat bahwa 80 persen dari warga kota hidup dalam kondisi perumahan tidak memenuhi syarat karena terlalu sesak, kurang sehat, dan sebagainya. Mengakibatkan orang hidup dalam suasana tertekan,” kata Bang Ali dikutip Djaja, 22 Juni 1968. Jika kalangan atas telah diberi kebebasan untuk menikmati hiburan di kelab malam, maka kalangan bawah juga harus beroleh pesta namun harus murah tapi meriah.

“Nah, saya sering lihat di majalah-majalah ada Rio de Janeiro, kenapa Jakarta tidak bisa,” katanya menukil riuh-rendah keramaian karnaval pusat kota Brazil. Tak mempan beroleh cibiran senang pesta, Bang Ali terus melaju menggagas Malam Muda-Mudi.

Bang Ali berencana menutup jalan utama sepanjang MH Thamrin pada 21 Juni 1968 dari sore hingga malam hari. Panitia karnaval menghias jalan dengan memasang lampu warna-warni kerlap-kerlip dan belasan panggung musik didirikan di beberapa titik di jalan tersebut. Bang Ali ingin warga Jakarta berpesta. Setelah Djakarta Fair dibuka beberapa hari silam, selanjutnya warga Jakarta dapat dengan ringan langkah bersenang-senang secara cuma-cuma di jalanan ibu kota.

BACA JUGA: Bung Karno Harap Bang ‘Koppig’ Ali Benahi Jakarta

Penyelenggara menyiarkan pengumuman karnaval melalui koran dan radio dengan menyebut acara tersebut Karnaval Muda-Mudi, tetapi orang tua bahkan kakek-nenek pun tetap boleh ikut. Saat acara berlangsung, rombongan warga Jakarta menjejali jalanan MH Thamrin berpesta pora mengikuti karnaval lalu berjoget ria meningkahi musik dari band-band pengiring. Tak tertinggal Bang Ali melantai, bergjoget, dan membaur bersama warga Jakarta.

“Karnaval atau pesta muda-mudi begini selamanya akan menarik dan panjang umur, selama setiap tahun ditemukan hal-hal baru, segar, dan mengandung semangat hidup,” kata Bang Ali dalam Djaja, 28 Juni 1969. (*)

  • BAGIKAN
  • line