Ario Soerjo, Tokoh Penting Pertempuran 10 November yang Terlupakan

9 Jul 2022
  • BAGIKAN
  • line
Ario Soerjo, Tokoh Penting Pertempuran 10 November yang Terlupakan

Ario Soerjo atau lebih dikenal dengan nama Gubernur Suryo, merupakan salah satu tokoh penting pertempuran 10 November 1945. Meski selama ini namanya seolah-olah tenggelam dibalik Bung Tomo atau Soetomo, tokoh pemuda yang menyerukan arek-arek Suroboyo untuk melawan tentara Inggris.

Padahal sebagai Gubernur Jawa Timur, sosok yang bernama lengkap Raden Mas Tumenggung Ario Soerjo ini memiliki peran vital dalam menggalang dan menggerakan rakyat Jawa Timur khususnya Surabaya menolak ultimatum tentara Inggris yang diboncengi oleh NICA. Ario Soerjo lahir di Magetan, Jawa Timur pada tanggal 9 Juli 1898.

BACA JUGA: Palapa, Satelit Komunikasi Domestik Pertama di ASEAN

Dilansir dari kemendagri.go.id, Ario Soerjo merupakan Gubernur Jawa Timur yang pertama. Ia memerintah propinsi paling timur Pulau Jawa itu dari tahun 1945 hingga 1948. Dalam biografinya yang ditulis oleh Iwan Lubis, Ario Soerjo menempuh pendidikan OSVIA dan Bestuurs School yakni sekolah khusus untuk pegawai pamong praja zaman kolonial Belanda. Tak hanya itu, ia juga pernah mengikuti pendidikan kepolisian di Sukabumi.

raden mas tumenggung ario soerjo

Gubernur Suryo merupakan tokoh penting dalam pertempuran 10 November 1945.(Dok/kemendagri.go.id)

Soeryo mengawali karir ketika bekerja sebagai pamong praja di Ngawi, kemudian menjadi mantri di Madiun, dan pada masa penjajahan sebagai bupati Magetan. Pada masa penjajahan Jepang, Suryo diangkat sebagai syucokan (residen) di Bojonegoro. Pada masa awal kemerdekaan Ario Soerjo kemudian diangkat menjadi Gubernur pertama Jawa Timur setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Perannya dalam perjuangan Indonesia adalah ketika ia membuat akad genjatan senjata dengan komandan pasukan Inggris yang kala itu dijabat oleh Brigadir Jenderal Mallaby di Surabaya pada tanggal 26 Oktober 1945. Sayang, genjatan senjata ini gagal hingga menewaskan Jenderal Mallaby.

Kematian Mallaby membuat Inggris naik pitam hingga mengultimatum rakyat Surabaya untuk menyerahkan semua senjatanya paling lambat tanggal 9 November 1945. Gubernur Suryo, yang diberi wewenang oleh Soekarno, memutuskan menolak ultimatum tersebut dan dengan tegas berpidato, “Arek-arek Suroboyo akan melawan ultimatum Inggris hingga darah penghabisan,” katanya seperti dikutip dari laman p2k.itbu.ac.id.

gubernur suryo bersama istrinya

Ario Soerjo merupakan pegawai pamong praja zejak zaman Belanda.(Dok/jatimprov.go.id)

Sikap tegas Ario Soerjo menyebabkan apa yang kita kenal dengan Pertempuran Surabaya melawan Inggris. Ia kemudian bersama rakyat Surabaya bertempur melawan Inggris sehingga membuka mata dunia bahwa Indonesia tidak gentar menghadapi siapa pun termasuk sekutu yang kala itu menjadi pemenang perang Asia Pasifik.

Di balik ketokohan dan jasanya, Gubernur Suryo malah mengalami nasib tragis. Tokoh berani seperti Gubernur Suryo, yang tegas membela bangsanya justru meninggal di tangan saudara sebangsanya. Setelah menghadiri peringatan 10 November di Yogyakarta, Suryo ingin pulang ke Madiun dalam rangka menghadiri empat puluh hari wafatnya adik beliau yang dibunuh anggota PKI.

Pada kesempatan tersebut, Wakil Presiden Bung Hatta, mengingatkan agar Suryo membatalkan niatnya tersebut mengingat situasi yang belum stabil. Gubernur Suryo tetap bergeming dan berangkat bersama dua ajudannya, Mayor Soehardi dan sopirnya, Letnan Soenarto.

Sejak awal keberangkatannya, situasi sudah menunjukkan tanda-tanda tidak baik. Ban mobil mereka sempat pecah, kehabisan bensin, bahkan sempat dua kali kembali ke titik keberangkatan. Dalam perjalananya itu, Residen Solo, Diro, sempat menahan beliau untuk bermalam di kediamannya. Diro juga mengingatkan Suryo untuk tidak melanjutkan perjalananya ke Madiun. Suryo menolak dan tetap gigih melanjutkan.

gubernur suryo tewas dibunuh pki

Gubernur Suryo tewas di tangan pemberontak PKI dalam perjalanan menuju Surabaya.(Dok/jatimprov.go.id)

Hingga sampai di Desa Bogo Kedunggalar, Ngawi, mobil Gubernur Suryo dicegat oleh gerombolan anggota PKI yang dipimpin Maladi Yusuf. Mereka disuruh turun dan dibawa ke Hutan Sonde, dan kemudian dibunuh secara kejam.

Empat hari kemudian, jenazah Suryo ditemukan oleh penduduk di sekitar Kali Kakah Dukuh Ngandu, Desa Bangunrejo Lor Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten Ngawi. Masyarakat kemudian melapor, dan diteruskan hingga ke Bupati Madiun yang merupakan sepupu Suryo, Kusnendar. Dari Kusnendar, berita kematian Gubernur Suryo menyebar dengan cepat.

Dinukil dari buku Sri Sutjiatiningsih berjudul “Gubernur Suryo, Pahlawan Nasional”, untuk menghargai jasanya, Gubernur Jawa Timur pertama Ario Soerjo kemudian diangkat menjadi Pahlawan Nasional dan dibangun monumen yang dinamakan “Monumen Suryo” di dukuh Pelanglor, Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten Ngawi. Selain itu, di kota Surabaya terdapat patung Gubernur Suryo sebagai bentuk penghormatan terhadap tokoh penting masyarakat Jawa Timur tersebut.

  • BAGIKAN
  • line