Syarif Hamid II Perancang Lambang Negara dan Kontroversinya

12 Jul 2022
  • BAGIKAN
  • line
Syarif Hamid II Perancang Lambang Negara dan Kontroversinya

Syarif Hamid II atau lebih dikenal dengan nama Sultan Hamid II termasuk salah satu tokoh yang memiliki jasa besar dalam masa-masa perjuangan kemerdekaan Indonesia. Ia adalah perancang lambang negera sekaligus menteri kabinet pada masa Republik Indonesia Serikat(RIS). Tragisnya, Syarif Hamid II malah kemudian dianggap sebagai pemberontak.

Siapakah sosok Syarif Hamid II yang sampai kini masih menyisakan kontroversi?

BACA JUGA:  Laksamana Cheng Ho, Penjelajah dan Penyebar Islam di Indonesia

Dilansir dari kalbarprov.go.id, ia terlahir dengan nama Syarif Abdul Hamid Alkadrie, pada 12 Juli 1913, Sultan Hamid II merupakan putra sulung dari Sultan Pontianak, Sultan Syarif Muhammad Alkadrie. Dalam tubuhnya mengalir darah Indonesia – Arab, dan pernah diasuh oleh perempuan berkebangsaan Inggris. Ia dibesarkan di lingkungan Istana Qadriyah Kesultanan Pontianak.

sultan hamid alkadrie

Sultan Hamid II merupakan perwakilan RIS dari BOF yang juga seorang nasionalis.(Dok/kalbarprov.go.id)

Ia menempuh pendidikan ELS di Sukabumi, Pontianak, Yogyakarta, dan Bandung. HBS di Bandung satu tahun, lalu di THS Bandung tidak tamat, kemudian KMA di Breda, lalu ke Negeri Belanda hingga tamat dan meraih pangkat letnan pada kesatuan tentara Hindia Belanda.

Ketika ayahnya wafat akibat agresi Jepang pada 29 Oktober 1945, Syarif Abdul Hamid diangkat menjadi Sultan Pontianak menggantikan ayahnya dengan gelar Sultan Hamid II (sebelumnya telah didahului oleh Sultan Thaha sebagai pengganti sementara pada tahun 1944-1945).

Di awal era federalisme, Sultan Hamid II memperoleh jabatan penting sebagai Wakil Daerah Istimewa Kalimantan Barat (DIKB) berdasarkan konstitusi RIS 1949 dan selalu turut dalam perundingan-perundingan Malino, Denpasar, BFO, BFC, IJC dan KMB di Indonesia dan Belanda.

Jasanya dalam merancang lambang negara Indonesia, burung Garuda Pancasila, seperti dilupakan begitu saja setelah dia diadili dan dihukum 10 tahun penjara terkait rencana kudeta oleh kelompok eks KNIL pimpinan Kapten Westerling pada 1950. Westerling yang telah melakukan makar di Tanah Air, memang pernah menawarkan “over commando” kepadanya, namun dia menolak tegas. Sultan Hamid II tahu Westerling adalah gembong APRA.

sultan hamid dan sukarno

Sultan Hamid II memiliki kedekatan dengan Presiden Sukarno.(Dok/kalbarprov.go.id)

Saat itu, Indonesia masih berbentuk Republik Indonesia Serikat. Sultan Hamid II menjabat sebagai menteri negara, tanpa adanya portofolio. Kabinet yang dipimpin oleh Perdana Menteri Mohammad Hatta ini memiliki 11 orang anggota berhaluan Republik, sementara lima anggota lainnya berhaluan Federal.

Ia termasuk salah satu sosok yang menyokong konsep negara Federal. Saat itu Indonesia terbagi menjadi beberapa negara bagian boneka bentukan Belanda. Kalimantan Barat sendiri akan dipecah menjadi negara baru dengan otonomi khusus.

Walau ia mendukung pembentukan RIS, namun ia adalah tetap sosok yang menjaga nasionalis. Ia menolak keinginan pemerintah Belanda untuk menjadikan Kalimantan Barat sebagai sebuah negara bagian. Ia hanya menginginkan adanya daerah istimewa di Kalimantan Barat. Apalagi karena provinsi tersebut juga memiliki banyak kesultanan yang cukup terkenal seperti Kerajaan Pontianak, Mempawah, Sambas, Ngabang, Tayang, Sanggau, Semitau, Sintang, dan Tanjungpura.

Sayang, niat Hamid II dipandang sebagai bentuk pemberontakan. Hamid pun dituduh menjadi dalang pemberontakan itu.

sultan hamid bersama sjahrir

Sultan Hamid II memiliki andil dalam perjuangan melawan penjajahan Belanda.(Dok/kalbarprov.go.id)

Ketika masih menjabat sebagai menteri negara, ia mendapatkan tugas dari Presiden Sukarno untuk merancang lambang negara. Hamid II Ia pun membentuk sebuah panitia teknis yang diberi nama Panitia Lencana Negara dengan panitia teknis terdiri dari Muhammad Yamin, Ki Hajar Dewantoro, M. A. Pellaupessy, Mohammad Natsir, dan R.M. Ngabehi Poerbatjaraka.

Selanjutnya, dilakukanlah sebuah sayembara untuk membuat lambang negara ini. Dari sayembara tersebut, terpilihlah 2 rancangan terbaik yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M. Yamin. Dalam proses selanjutnya, pemerintah dan DPR memilih rancangan Sultan Hamid II. Sementara itu karya M. Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari yang dianggap menampakkan pengaruh Jepang.

Dari transkrip rekaman dialog Sultan Hamid II dengan Masagung (1974) sewaktu penyerahan berkas dokumen proses perancangan lambang negara, disebutkan “ide perisai Pancasila” muncul saat Sultan Hamid II sedang merancang lambang negara. Dia teringat ucapan Presiden Sukarno, bahwa hendaknya lambang negara mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar negara Indonesia, di mana sila-sila dari dasar negara, yaitu Pancasila divisualisasikan dalam lambang negara.

Lambang negara Indonesia ini kemudian diperkenalkan untuk pertama kalinya kepada masyarakat umum di Hotel Des Indes, Jakarta pada 15 Februari 1950.

sultan hamid dan desain lambang negara

Sultan Hamid II memenangkan sayembara desain lambang negara.(Dok/kalbarprov.go.id)

Hasil penelitian yang dilakukan Anshari Dimyati, ketua Yayasan Sultan Hamid II, menyebutkan bahwa pemberontakan tersebut tidak dimotori oleh Sultan Hamid II. Ia berpendapat bahwa peradilan saat itu tidak dapat membuktikan dugaan keterlibatan Sultan Hamid II, namun ia didakwa bersalah karena opini media massa yang memberitakan tentang kasus tersebut. Akibatnya, ia harus menjalani hukuman penjara 10 tahun.

Tahun 1958, Sultan Hamid II akhirnya dibebaskan dan tidak lagi terlibat dalam politik. Namun, baru empat tahun bebas, lagi-lagi ia ditangkap dan ditahan di Rumah Tahanan Militer (RTM) Madiun pada Maret 1962. Penangkapannya dilakukan atas tuduhan melakukan kegiatan makar dan membentuk organisasi ilegal Vrijwillige Ondergrondsche Corps (VOC).

Sultan Hamid ditahan selama empat tahun tanpa proses pengadilan dan baru dibebaskan setelah era Soekarno berakhir. Ida Anak Agung Gde Agung menyebutkan bahwa penangkapan tersebut kemungkinan terjadi bukan berdasarkan fakta dan hanya omong kosong belaka.

syarif hamid alkadrie

Sultan Hamid II dituding sebagai pemberontak dalam peristiwa APRA di Bandung.(Dok/30 Tahun Indonesia Merdeka)

Syarif Hamid telah menjadi korban konspirasi politik dan fitnah. Bisa jadi hal tersebut terjadi hanya karena isu yang ada di sekitar Soekarno karena sejak keluar dari tahanan pada tahun 1958, Sultan Hamid tidak terlibat dalam kegiatan politik sama sekali.

Syarif Hamid II wafat pada 30 Maret 1978 di Jakarta dan dimakamkan di pemakaman Keluarga Kesultanan Pontianak di Batulayang. Hingga kini proses penganugerahan gelar pahlawan kepada Sultan Hamid II terus dilakukan pihak keluarga dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat.(*)

  • BAGIKAN
  • line