Sutoyo Siswomiharjo, Jejak Jenderal Korban G30S

Di malam jahanam 30 September 1965, tidak ada menduga akan menjadi akhir perjalanan karir dan hidup Sutoyo Siswomiharjo sebagai petinggi angkatan darat serta kepala keluarga. Ia tewas diujung peluru sekelompok orang yang berpakaian Cakrabirawa.
Dilansir dari buku Ensiklopedia Pahlawan Nasional serta buku Tujuh Prajurit TNI Gugur: 1 Oktober 1965, terungkap bahwa Sutoyo merupakan salah seorang jendral yang diculik oleh PKI untuk dibunuh.
BACA JUGA: Mohammad Yamin Sang Pelopor Sumpah Pemuda
Sutoyo Siswomiharjo lahir 28 Agustus 1922 di Kebumen, Jawa Tengah. Sepak terjang Sutoyo bermula pada masa pendudukan Jepang ia mendapat pendidikan pada Balai Pendidikan Pegawai Tinggi di Jakarta, dan kemudian menjadi pegawai negeri pada Kantor Kabupaten di Purworejo.

Sutoyo merupakan perintis Korps Polisi Militer di Indonesia.(Dok/Album Pahlawan Revolusi)
Setelah Proklamasi Kemerdekaan ia memasuki TKR bagian Kepolisian, Sutoyo akhimya menjadi anggota Corps Polisi Militer. Dirinya diangkat rnenjadi ajudan Kolonel Gatot Subroto dan kernudian menjadi Kepala Bagian Organisasi Resimen II Polisi Tentara di Purworejo.
Setelah itu Sutoyo Sisworniharjo berturut-turut rnenjadi Kepala CPM Yogyakarta, dan Komandan CPM Detasemen III Surakarta, Kepala Staf Markas Besar Polisi Militer tahun 1954 dan Asisten Atase Militer RI untuk lnggris tahun 1956.
Sutoyo mengikuti kursus C Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (Seskoad) di Bandung dan mendapat tugas sebagai Pejabat Sementara Inspektur Kehakirnan Angkatan Darat. Tahun 1961, dia diangkat sebagai Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat.

Sutoyo Siswomiharjo bersama sang istri tercinta.(Dok Keluarga)
Ketika Gerakan 30 September meletus, Sutoyo diculik dan dibunuh oleh pemberontak PKI, karena Sutoyo tidak setuju dengan rencana pernbentukan Angkatan Kelima. Dini hari tanggal 1 Oktober 1965 sekitar pukul 05.30 WIB, anggota Gerakan 30 September (G30SPKI) yang dipimpin oleh Sersan Mayor Surono masuk ke dalam rumah Mayor Jenderal TNI Anumerta Sutoyo Siswomiharjo di Jalan Sumenep, Menteng, Jakarta Pusat.
Mayjen Sutoyo dijemput paksa segerombolan Pasukan Cakrabirawa yang dipimpin oleh Sersan Mayor Surono masuk ke dalam rumah Sutoyo di Jalan Sumenep, Menteng, Jakarta Pusat
Gerombolan itu masuk ke rumah sang jenderal lewat garasi, sembari menodongkan senjata mereka ke para pembantu rumah tangga, untuk dimintai kunci rumah. Mereka berkata, Sutoyo telah dipanggil Presiden Soekarno.
“Pak Toyo, lekas buka pintu. Bapak dipanggil Presiden,” cetus salah satu dari gerombolan itu.
Saat keluar kamar, Sutoyo langsung diapit dan dibawa keluar rumah. Anak-anak dan istri sang jenderal berusaha mengunci diri di salah satu kamar lain, karena khawatir terjadi apa-apa. Perabotan rumah turut diacak-acak sampai mereka pergi membawa Mayjen Soetoyo.

Mayjen Sutoyo dijemput paksa oleh pasukan Cakrabirawa.(Dok Keluarga)
Kemudian pasukan tersebut membawanya ke markas mereka di Lubang Buaya. Di sana, dia dibunuh dan tubuhnya dilemparkan ke dalam sumur yang tak terpakai.
Jasad Sutoyo berhasil ditemukan bersama ke enam orang lainnya di sebuah sumur tua di Lubang Buaya, Jakarta Timur, 2 hari setelah penculikan. Jenazah para pahlawan revolusi itu diangkat dengan memakai tali secara bergantian oleh pasukan Kipam KKO AL, RPKAD, dan penduduk setempat yang ikut membantu.
Dari hasil autopsi visum et repertum yang dilakukan terhadap jenazah Sutoyo Siswomiharjo terdapat banyak luka tembak. Pada mayat Sutoyo terdapat dua luka tembak masuk di tungkai bawah kanan bagian depan, sebuah luka tembak masuk di kepala sebelah kanan yang menuju ke depan, satu luka tembak keluar di betis kana sebagian tengah, satu luka tembak keluar di kepala sebelah kanan, tangan kanan dan tengkorak remuk karena kekerasan tumpul yang keras atau yang berat dan penganiayaan benda tumpul empat jari kanan.
Jenazah Sutoyo dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta pada tanggal 5 Oktober 1965. Sutoyo Siswomiharjo secara anumetra dipromosikan menjadi Mayor Jenderal dan oleh pemerintah Indonesia dianugerahi Pahlawan Revolusi.(*)
Berikan tanggapanmu di sini
Belum ada komentar