Siapa Korban G30S?

Memasuki akhir September isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) kembali bergaung. Hal tersebut disebabkan akan sebuah peristiwa kelam yang terjadi pada 1965, Gerakan 30 September (G30S). Klaim atas kerugian akibat peristiwa tersebut pun tetap menjadi pro dan kontra: baik dari kalangan sipil, maupun elite politik.

Sementara, pengamat dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam, seperti dikutip merahputih.com mengatakan, G30S tidak hanya menelan korban enam perwira tinggi Angkatan Darat saja.

Namun, kata Asvi, yang juga dirugikan adalah dari para anggota dan simpatisan PKI serta Surkanois. “Meski begitu, Sukarno merupakan tokoh paling dirugikan. Ia kehilangan jabatan tertinggi dan simpati masyarakat,” katanya.

Presiden Sukarno menangis terisak saat menghadiri pemakaman Jenderal Ahmad Yani. (Ist)

Selain itu, Asvi juga mengatakan bahwa Sukarno sempat dituding sebagai dalang atas kejadian memilukan tersebut. “Namun, pada 1 Oktober 1965 terbukti kalau Sukarno tidak mengetahui rencana gerakan tersebut,” katanya.

Asvi menegaskan justru G30S dijadikan sarana untuk mengambil alih kekuasaan Sukarno.

“Rangkaian peristiwa dari 1 Oktober 1965 sampai keluarnya Supersemar 1966, penahanan 15 menteri, pembubaran Tjakrabirawa, dan penguasaan pers oleh tentara, memperlihatkan bahwa kekuasaan itu memang direbut dari Sukarno secara bertahap,” paparnya.

Kesimpulan tersebut didapat setelah pihaknya meneliti berbagai dokumen tentang G30S dari 1965 hingga 2017. “Orasi ini membahas tulisan-tulisan yang telah terbit mengenai G30S dari tahun 1965 hingga 2017,” katanya.

Menurutnya, pada masa Orde Baru, salah satu tokoh yang paling berperan untuk menulis sejarah G30S adalah Nugroho Notosusanto. “Dalam Sejarah Nasional Indonesia Jilid 6, yang disunting Nugroho Notosusanto diberikan legitimasi kepada Orde Baru sekaligus dilakukan desukarnoisasi (upaya mengurangi bahkan menghilangkan peranan Sukarno dalam sejarah),” katanya.

Salah satu hal kontroversial yang pernah dilakukan Nugroho selain mempersoalkan kelahiran Pancasila oleh Sukarno adalah menghilangkan sosok Bapak Proklamator dalam foto Proklamasi 17 Agustus 1945.

“Dalam buku Nugroho Notosusanto berjudul Pejuang dan Prajurit, pada foto Proklamasi 17 Agustus 1945 tidak tampak sosok Sukarno. Sejarawan Abdurrachman Surjomihardjo melakukan protes sehingga pada cetakan kedua, sosok Sukarno muncul kembali,” katanya.

Nugroho juga merupakan “otak” pembuatan film G30S/PKI. “Nugroho Notosusanto memprakarsai pembuatan film pengkhianatan G30S/PKI yang disutradarai Arifin C Noer tahun 1984,” katanya.

Selain itu, menurutnya para korban G30S baru mulai bersuara setelah jatuhnya Orde Baru. “Para korban yang selama 30 tahun dibungkam mulai bersuara, melakukan serangkaian pertemuan, diskusi, seminar serta pembuatan memoar,” katanya.

  • BAGIKAN
  • line