Pletokan, Permainan Perang-perangan Khas Anak Desa

Pletokan atau bebeletokan termasuk permainan bedil-bedilan dengan menggunakan bambu. Permainan yang sama juga oleh masyarakat Probolinggo dan Madura dinamakan Tor Cetoran. Sebetulnya Pletokan merupakan permainan khas anak-anak Betawi.
Pletokan lebih populer di kalangan anak-anak desa saat bermain perang-perangan dengan teman-temannya. Nama pletokan sendiri berasal dari suara peluru yang keluar dari larasnya saat ditembakan, ‘pletok’.
BACA JUGA: Petak Umpet, Permainan Sejuta Umat yang Tak Terlupakan
Untuk bisa bermain pletokan tidak membutuhkan banyak biaya. Hanya butuh bambu atau buluh dengan panjang sekitar 30-40 cm dengan diameternya sekitar 1-1,5 cm. Selain itu perlu kertas basah, biji jambu atau biji-bijian kecil sebagai pelurunya. Agar pelurunya bisa meluncur, dibutuhkan kayu kecil sebagai penyodoknya. Pastikan penyodok ini bisa masuk kedalam laras. Untuk bagian atas penyodok dibuat lebar, gunanya untuk menekan atau memukul-mukul amunisi/peluru agar bisa masuk dengan sempurna.

Permainan Pletokan hanya butuh bambu, kayu, dan kertas basah atau biji jambu.(Dok/Kemendikbud)
Pletokan terbuat dari bambu. Sebuah ranting bambu tanpa ruas/buku, sebesar jari, dibuat seperti sumpit—alat tembak untuk berburu. Panjangnya tidak sampai 30 centimeter. Alat tambahan lain yaitu bilah bambu dibuat lidi sebagai penyodok. Pada bagian pegangan penyodok, bambu sebesar batang pletokan dibuat sebagai pegangan. Bambu penyodok harus lebih pendek dari batang pepletokan.
Cara kerja pletokan ini sangat sederhana. Pelurunya dibuat dari kertas yang dibasahi. Cubitan kertas sebesar lubang batang pepletokan dimasukkan, dengan cara didorong, hingga batas ujung bilah. Kemudian peluru kedua dimasukkan sebagai pendorong. Udara dalam batang bambu akan mendorong dengan kencang peluruh paling ujung. Semakin padat kertas, maka tembakan semakin kecang.

Nama pletokan sendiri berasal dari suara peluru yang keluar dari larasnya saat ditembakan, ‘pletok’. (Dok/Kemendikbud)
Di daerah Jawa Barat dan Banten, selain menggunakan kertas basah, anak-anak biasa menggunakan buah kanyere sebagai peluru. Buah ini tidak bisa dimakan, sejenis buah huni atau buni. Peluru huni lebih keras dan lebih sakit ketika ditembakkan ke kulit.
Anak-anak akan membagi dua kelompok yang saling bermusuhan. Permainan ini biasanya dilakukan di hutan atau kebun-kebun yang banyak terdapat semak atau pohon-pohon pelindung. Apabila seorang anak terkena tembakan, ia harus berhenti bermain.

Permainan ini biasanya dilakukan di hutan atau kebun-kebun yang banyak terdapat semak atau pohon-pohon pelindung.(Dok/Kemendikbud)
Permainan lain dari pletokan ini yaitu terus bermain meski terkena tembakan. Keseruan permainan ini ketika ada anak kesakitan terkena tembakan. Namun, ada satu aturan pepletokan yang dipegang semua anak, tembakan tidak boleh mengarah ke wajah.
Permainan pletokan bambu ini sarat akan filosofi terkait peperangan zaman Belanda karena yang menjadi senjata andalan melawan penjajah terbuat dari bambu.
Strategi yang diperlukan dalam bermain pletokan adalah kerja sama antarkelompok karena masing-masing kubu ingin menjatuhkan musuh dengan serangan peluru.(*)
Berikan tanggapanmu di sini
Belum ada komentar