Komarudin, Pejuang Indonesia Asal Korea Selatan

4 Nov 2019
  • BAGIKAN
  • line
Komarudin, Pejuang Indonesia Asal Korea Selatan

Punya jiwa keindonesiaan bukan berarti harus berdarah Nusantara. Di era perjuangan kemerdekaan, ada banyak sosok yang bukan pribumi tapi mungkin lebih mencintai Indonesia lebih dari yang disangkakan. Salah satunya adalah Yang Chil-seong, warga Korea yang sempat menjadi tentara Jepang.

Yang Chil-seong adalah pria kelahiran Wanjoo, Provinsi Jeolla Utara, Korea Selatan, 29 Mei 1919. Ia adalah salah satu pemuda Korea yang direkrut oleh Jepang sebagai gunsok (tentara pembantu).

Namun, ada yang menyebutkan bahwa Chil-seong bukanlah gunsok melainkan ilbon gunnin (tentara reguler Jepang). Alasannya, gunsok tidak memiliki keterampilan seperti Chil-seong yang pandai merakit bom dan telik sandi. Chil-seong bahkan ahli dalam berbahasa.

Terlepas dari dua pendapat berbeda tersebut, Chil-seong yang saat itu sudah berganti nama ala Jepang Yanagawa Sichisci dibawa ke tanah Jawa dan ditempatkan ke sebuah kamp tawanan perang di Bandung. Di sanalah ia bertemu perempuan pribumi bernama Lience Wenas, yang kemudian menjadi istrinya.

Menjadi Cinta Indonesia

Sebenarnya saat menikah dengan Lience, Chil-seong sudah jatuh cinta dengan Indonesia. Namun, ia serba salah.

Pada 14 Agustus 1945, Jepang bertekuk lutut kepada sekutu. Tak lama berselang, Indonesia menyatakan merdeka.

Situasi tersebut membuat orang Korea yang bekerja untuk Jepang menjadi suram. Mereka senang terbebas dari kekuasaan Jepang, tapi juga khawatir karena takut diperlakukan penjahat perang oleh Sekutu.

Pada tahun 1946, kelompok Pasukan Pangeran Pakpak (PPP) datang ke tanah Sunda untuk bertempur melawan Sekutu dan sisa-sisa tentara Jepang.

BACA JUGA: Jejak Perjuangan Depati Amir di Tanah Pengasingan

Suatu hari, dalam pertempuran di Bandung, pasukan Pakpak berhasil menawan lima tentara Jepang, salah satunya Yanagawa atau Chil-seong.

Awalnya mereka akan dibunuh, namun dicegah. Selain karena kemanusiaan, tawanan tersebut dianggap akan berguna kedepannya.

Kelima tentara Jepang itu kemudian dibawa ke Wanaraja. Mereka diperlakukan dengan baik. Setelah sekian lama hidup bersama para pejuang Pasundan dan warga Wanaraja, mereka berbalik simpati.

Hingga suatu hari, Kosasih memutuskan untu memeluk agama Islam. Hal yang sama juga terjadi pada tawanan lainnya. Sejak saat itu pula Chil-seong berganti nama menjadi Komarudin.

Melawan Belanda untuk Kemerdekaan Indonesia

Sejak mantan tentara Jepang bergabung, PPP menjadi momok bagi pasukan Belanda. Berbagai operasi penyerangan, sabotase hingga penghadangan kerap terjadi di sekitar Wanaraja.

Ditambah lagi operasi militer tersebut dilakukan secara sporadis. Korban yang berjatuhan bukan hanya dari tentara Belanda saja, melainkan juga aparat Recomba (Regerings Commissaris Bestuurs Aangelegenheden).

Satu peristiwa yang patut dikenang adalah penghancuran Jembatan Cimanuk yang menghubungkan Wanaraja dengan Garut Kota sekitar tahun 1947.

Saat itu, telik sandi PPP menangkap kabar kalau Belanda akan menyerang Wanaraja. PPP kemudian memutuskan menghancurkan Jembatan Cimanuk sebagai akses utama.

Dengan lincahnya Komarudin merayap di bawah jembatan. Ia memasang bom di sejumlah titik konstruksi. Setelah terpasang, Komarudin kembali ke tempat aman.

Tak ayal jembatan itu hancur seketika. Membuat upaya militer Belanda untuk menguasai Wanaraja gagal.

Dikhianati Orang Garut

Karena ulah Komarudin itu, Belanda semakin geram. Mereka berpikir harus segera menumpas eks-tentara Jepang agar operasi militer di tanah Sunda lancar.

Belanda kemudian membentuk sebuah tim elite buru sergap dari Yon 3-14-RI (Regiment Infanterie), sebuah batalyon Angkatan Darat Belanda.

Tujuan utamanya adalah meringkus para eks-tentara Jepang yang berjuang dengan PPP. Terutama Abubakar alias Hasegawa, mantan salah satu penjaga kamp tawanan perang di Flores.

Singkat cerita, operasi Yon 3-14-RI berhasil. Gerilyawan PPP, termasuk Komarudin dikepung saat melakukan pertemuan di Desa Parentas di dekat Gunung Dora di malam hari.

BACA JUGA: Douwes Dekker, Pejuang Indonesia Berdarah Kolonial Belanda

Hal yang paling menyedihkan, pengepungan tersebut ternyata terjadi karena ada mata-mata orang Garut.

Komarudin serta gerilyawan PPP lain akhirnya ditangkap. Dokumen Arsip Nasional Belanda mengabadikan momen sesaat setelah penangkapan itu.

Tampak Komarudin bersama tentara lain terikat tangan dan lehernya dengan seutas tali. Wajahnya tampak tersenyum tenang. Selasa 10 Agustus 1948, Komarudin dieksekusi dan gugur seketika.

  • BAGIKAN
  • line