Ketika Timor Timur Berpisah dari Indonesia

Pada 19 Oktober 1999, Majelis Permusyawaratan Rakyat Indonesia secara resmi mengakui hasil konsultasi yang membubarkan dan melepaskan Provinsi Timor Timur dari Indonesia. Ini adalah tonggak awal yang menentukan kemerdekaan bagi wilayah Timor Leste.
Dilansir laman RSLNSW.org.au, perubahan signifikan wilayah provinsi Timor Timur dimulai pada Januari 1999. Kala itu Presiden BJ Habibie mengumumkan ‘pilihan kedua’ bagi Timtim untuk memilih antara otonomi daerah atau kemerdekaan.
BACA JUGA: Wikana, Pupusnya Pejuang Golongan Muda
Habibie meminta Sekjen PBB saat itu, Kofi Annan, untuk menjembatani Indonesia dan Portugal soal Timor Timur. Kemudian, dicapai kesepakatan untuk menggunakan jajak pendapat dalam konsultansi dengan masyarakat Timor Timur. Disepakatilah bahwa Timor Timur lepas dari Indonesia.

Dewan Keamanan PBB memegang peran penting dalam referendum Timor Timur.(Dok/Wiki Commons)
Pada 25 Oktober Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, dengan resolusi 1272 (1999), membentuk Administrasi Transisi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Timor Lorosae (UNTAET). Pasukan ini dibuat sebagai suatu operasi penjaga perdamaian multidimensi yang terintegrasi yang bertanggung jawab penuh atas pemerintahan Timor Lorosae selama masa transisi untuk kemerdekaan.
Sejarah mencatat, pada tanggal 30 Agustus 1999, Timor Leste memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui pelaksanaan referendum kemerdekaan.
Setelah pengumuman hasil referendum, yang secara telak dimenangkan pendukung opsi kemerdekaan, kerusuhan di Timor Timur (namanya pada saat itu) pecah. Kelompok milisi bersenjata yang didukung oleh kalangan TNI mengamuk dan membumihanguskan kota Dili dan tempat-tempat lain. Sejarah mencatat sekitar 1.400 orang menjadi koban tewas dan menyebabkan 300.000 orang harus mengungsi ke Atambua. Hal tersebut pun menyebabkan kredibilitas Indonesia di mata internasional tercoreng, karena ketika itu Republik Indonesia yang menjamin keamanan selama pelaksanaan referendum.
Bagi warga setempat, inilah hasil perjuangan dan perjalanan panjang nan berat untuk bisa lepas dari kekuasaan militer Indonesia dan akhirnya membentuk negara Timor Leste yang merdeka dan berdaulat.

Presiden BJ Habibie memberikan dua opsi kepada masyarakat Timor Timur.(Dok/Wiki Commons)
Timor Leste, negara termuda anggota PBB yang terletak di bagian timur Pulau Timor dengan luas 15.007 km2, sebelumnya adalah jajahan Portugal di era kolonialisme dan dikenal dengan nama Timor Portugis. Namun atas perjuangan Front Revolusioner untuk Timor Leste Merdeka (FRETILIN), pada tanggal 28 November 1975 kawasan itu mendeklarasikan kemerdekaan dari Portugal.
Tetapi perjuangan itu harus dibayar mahal, karena 9 hari kemudian, Indonesia di bawah pimpinan Soeharto, melakukan invasi militer yang berujung dengan aneksasi atau penggabungan secara paksa wilayah Timor Leste ke wilayah Indonesia. Soeharto melihat adanya momentum tersebut dengan memanfaatkan situasi Timor Leste yang sedang terpecah antara kelompok sayap kiri dan sayap kanan. Maka bagian timutr pulau Timor itu pun akhirnya dideklarasikan sebagai provinsi terbaru Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Indonesia menyerang Timor Leste dengan operasi militer yang dikenal sebagai Operasi Seroja, operasi militer terbesar yang pernah dilakukan tentara Indonesia. Ribuan pasukan dikerahkan untuk menyerbu dan merebut Kota Dili dan menghancurkan FRETILIN pun menderita kekalahan. Sekitar 15.000 tentara Indonesia kemudian dikerahkan untuk mengamankan kota kedua terbesar, Baucau. Tanggal 27 Juli 1976, Indonesia resmi mendeklarasikan Timor Timur sebagai provinsi ke-27.
Berakhirnya rezim Soeharto pada tahun 1998 menjadi kabar gembira bagi rakyat Timor Timur. Apalagi setelah tuntutan referendum yang mereka suarakan ditanggapi Presiden Indonesia B.J. Habibie, yang mengajukan rencana referendum kepada Sekretaris Jenderal PBB, Kofi Annan, melalui surat resmi pada tanggal 27 Januari 1999. Dalam pernyataannya, Habibie mengatakan subsidi moneter yang diberikan pemerintah Indonesia selama ini tidak sebanding dengan manfaat yang didapat dan Timor Timur, yang dulunya bukan bagian dari Indonesia. Itulah pertimbangan untuk mengusulkan referendum di bawah koordinasi PBB.

Dalam jajak pendapat, mayoritas masyarakat Timor Timur memilih untuk lepas dari Indonesia.(Dok/Wiki Commons)
Tangal 5 Mei 1999, PBB mengadakan pertemuan di New York dengan pemerintah Indonesia dan pemerintah Portugis untuk membahas pelaksanaan referendum Timor Timur.
Akhirnya pada tanggal 30 Agustus 1999, referendum dilaksanakan dan rakyat Timor Timur disodori dua pertanyaan, yaitu opsi 1: Apakah Anda menerima otonomi khusus untuk Timor Timur dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia? dan opsi 2: Apakah Anda menolak otonomi khusus yang diusulkan untuk Timor Timur, yang menyebabkan pemisahan Timor Timur dari Indonesia?”
Mantan juru bicara Pemerintah RI dalam pelaksanaan jajak pendapat di Timor Timur, Dino Patti Djalal, mengatakan ada banyak pelajaran berharga yang bisa diambil dari kejadian tersebut. Antara lain, kurangnya masa persiapan sampai pelaksanaan referendum.
“Dalam timeline sempit yang dipaksakan ini, polarisasi antar kelompok semakin tajam, konflik horizontal di lapangan semakin sengit dan situasi semakin panas. Akhirnya banyak kalkulasi yang salah, yang berakhir dengan tragedi. Saya pribadi berpandangan jajak pendapat di Timor Timur perlu waktu persiapan paling tidak 2 tahun — bukan 4 bulan,” kata Dino Patti Djalal.
Saat dihubungi DW Indonesia, aktivis Amnesty International Indonesia, Papang Hidayat, menyampaikan bahwa referendum Timor Timur merupakan konsekuensi dari resolusi-resolusi PBB yang menyerukan akan hak menentukan nasib sendiri selama 24 tahun terakhir. “Momentum krisis ekonomi 1997 dan reformasi politik Mei 1998 kemudian memfasilitasi keputusan Pemerintah RI untuk menggelar referendum di Timor Timur dengan pengawasan PBB,” paparnya.

Sebagai penghormatan terhadap Habibie, Timor Leste membangun sebuah jembatan yang diberi nama Jembatan Habibie.(Dok/Fadli Zon)
Referendum Timor Timur dilaksanakan oleh UNAMET (United Nations Mission in East Timor) yang dibentuk oleh PBB. Hasilnya: dari total 438.968 suara sah, sebanyak 344.580 suara (78,50%) memilih opsi merdeka, sedangkan 94.388 suara (21,50%) memilih opsi tetap bergabung dengan Indonesia. Tingkat partisipasi dalam referendum sangat tinggi, mencapai 98,6% dari seluruh pemilih terdaftar yang tercacat 451.792 orang. Dengan hasil tersebut Timor Timur resmi lepas dari kekuasaan Indonesia dan untuk sementara berada di bawah otoritas PBB.
Pada tanggal 20 Mei 2002 negara Timor Leste secara resmi dideklarasikan sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. Tokoh perjuangan pembebasan Xanana Gusmao terpilih sebagai presiden pertama.
Memperingati referendum pemerintah Timor Leste meresmikan jembatan sepanjang 540 meter yang diberi nama Jembatan B.J. Habibie dekat Dili. Nama Habibie digunakan sebagai bentuk penghargaan serta penghormatan rakyat dan pemerintah Timor Leste terhadap jasa presiden ke-3 Republik Indonesia itu dalam jalan panjang kemerdekaan Timor Leste.
Hingga kini Indonesia dan Timor Leste masih memiliki ikatan dan hubungan baik secara ekonomi, sosial dan budaya. Kedua negara ini secara perlahan melakukan rekonsiliasi untuk menyembuhkan luka-luka sejarah yang pernah terjadi di masa lampau.(*)
Berikan tanggapanmu di sini
Belum ada komentar