Dekret Presiden, Tonggak Sejarah Konstitusi Indonesia

Undang-Undang Dasar 1945 dalam sejarahnya sempat mengalami beberapa kali perubahan. Sebelum dilakukan amandemen UUD 1945 pertama pada 14-21 Oktober 1999, Indonesia pada era 1950-an sempat memberlakukan Undang-Undang Dasar Sementara 1950. Pemberlakuan UUDS tersebut memicu ketidakstabilan politik yang berujung pada pergolakan di beberapa wilayah Indonesia.
Kegentingan politik dan persaingan antarpartai politik mendorong Presiden Sukarno pada tanggal 5 Juli 1959 mengeluarkan dekret atau ketetapan yang isinya pemberlakuan kembali Undang-Undang Dasar(UUD) 1945. Latar belakang dikeluarkan Dekret Presiden tersebut lantaran Badan Konstituante gagal menetapkan UUD baru pengganti UUD Sementara 1950.
BACA JUGA: PNI, Partai Politik Pertama yang Didirikan Sukarno
Dengan demikian Dekret Presiden 5 Juli 1959 bertujuan untuk mengatasi kegagalan konstituante dan ketidakstabilan politik. Dampak pemberlakuan kembali UUD 1945 membuat sistem pemerintahan yang dijalankan bukan lagi sistem parlementer tapi sistem pemerintahan yang oleh Sukarno disebut Demokrasi Terpimpin.

Dalam amanatnya di sidang Badan Konstituante, Sukarno menganjurkan agar kembali ke UUD 1945.(Dok/30 Tahun Indonesia Merdeka)
Dilansir dari buku 30 Tahun Indonesia Merdeka Volume 3, salah satu alasan UUDS 1950 harus diganti adlaah pada itu sering terjadi pergantian kabinet, sehingga menimbulkan terjadinya ketidakstabilan politik. Pada tanggal 10 November 1956, anggota konstituante mulai melakukan persidangan untuk menetapkan UUD baru. Namun dua tahun berselang, belum juga dirumuskan UUD yang diinginkan.
Dengan menimbang kondisi saat itu, Presiden Sukarno menyampaikan amanatnya di depan Sidang Konstituante pada 22 April 1959. Isi amanatnya ialah Sukarno menganjurkan agar kembali ke UUD 1945. Pada tanggal 30 Mei 1959 konstituante melakukan pemungutan suara. Hasilnya 269 suara setuju atas penetapan kembali UUD 1945 dan 199 lainnya tidak setuju. Meski banya suara yang setuju, pemungutan suara kembali dilakukan karena jumlah suara tidak memenuhi kuorum.
Voting kedua dilaksanakn pada tanggal 1-2 Juni 1959 yang kembali gagal. Konstituante pun dianggap tidak berhasil menjalankan tugasnya sehingga Presiden Sukarno memutuskan untuk mengeluarkan dekret presiden. Usulan Presiden Sukarno untuk kembali ke UUD 1945 sempat mendapat pro dan kontra dari anggota konstituante serta partai politik.
Dua partai besar yakni PNI dan PKI menerima usulan Sukarno sedangkan Masyumi menolak. Kelompok yang menolak khawatir jika UUD 1945 kembali diberlakukan maka Demokrasi Terpimpin akan diterapkan. Setelah melalui perundingan panjang, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekret Presiden pada Minggu, 5 Juli 1959 pukul 17.00 di Istana Merdeka, Jakarta.

Dalam pemungutan suara, Anggota Konstituante setuju kembali ke UUD 1945 tapi tidak memenuhi kuorum.(Dok/30 Tahun Indonesia Merdeka)
Berikut isi lengkap Dekret Presiden 5 Juli 1959:
DEKRET PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA/PANGLIMA TERTINGGI ANGKATAN PERANG TENTANG KEMBALI KEPADA UNDANG-UNDANG DASAR 1945
Dengan rachmat Tuhan Jang Maha Esa,
KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA/PANGLIMA TERTINGGI ANGKATAN PERANG Dengan ini menjatakan dengan chidmat:
Bahwa andjuran Presiden dan Pemerintah untuk kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945 jang disampaikan kepada segenap rakjat Indonesia dengan amanat Presiden pada tanggal 22 April 1959 tidak memperoleh keputusan dari Konstituante sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Dasar Sementara;
Bahwa berhubung dengan pernjataan sebagian besar anggota-anggota Sidang Pembuat Undang-Undang Dasar untuk tidak lagi menghadiri sidang. Konstituante tidak mungkin lagi menjelesaikan tugas jang dipertjajakan oleh rakjat kepadanja;
Bahwa hal jang demikian menimbulkan keadaan-keadaan ketatanegaraan jang membahajakan persatuan dan keselamatan Negara, Nusa, dan Bangsa, serta merintangi pembangunan semesta untuk mencapai masjarakat jang adil makmur;
Bahwa dengan dukungan bagian terbesar rakjat Indonesia dan didorong oleh kejakinan kami sendiri, kami terpaksa menempuh satu-satunja djalan untuk menjelamatkan Negara Proklamasi;
Bahwa kami berkejakinan bahwa Piagam Djakarta tertanggal 22 Djuni 1945 mendjiwai Undang-Undang Dasar 1945 dan adalah merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan Konstitusi tersebut,
Maka atas dasar-dasar tersebut di atas,
KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA/PANGLIMA TERTINGGI ANGKATAN PERANG Menetapkan pembubaran Konstituante;
Menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia terhitung mulai hari tanggal penetapan dekret ini dan tidak berlakunja lagi Undang-Undang Dasar Sementara.
Pembentukan Madjelis Permusjawaratan Rakyat Sementara, jang terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakjat ditambah dengan utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan serta pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara akan diselenggarakan dalam waktu sesingkat-singkatnja.
Ditetapkan di Djakarta pada tanggal 5 Djuli 1959
Atas nama Rakjat Indonesia
Presiden Republik Indonesia/Panglima Tertinggi Angkatan Perang
SOEKARNO

Dekret Presiden menyebabkan sistem pemerintahan Demokrasi Terpimpin mulai berlaku.(Dok/30 Tahun Indonesia Merdeka)
Secara ringkas isi Dekret Presiden 5 Juli 1959 meliputi Konstituante dibubarkan, Pemerintah memberlakukan kembali UUD 1945, UUDS 1950 tidak diberlakukan. Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) yang diberlakukan dalam waktu singkat.
Dekret Presiden 5 Juli 1959 membawa dampak besar dalam konstelasi politik konstitusi Indonesia. Yang paling menonjol dan langsung dirasakan saat itu adalah perubahan bentuk pemerintahan dari parlementer menjadi presidensial Konstituante dan DPR hasil pemilu 1955 dihapuskan Dibentuk DPR GR (Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong). Menghapus posisi Perdana Menteri UUDS 1950 digantikan dengan UUD 1945. Masuknya ABRI dalam pemerintahan lewat dwi fungsi. Para ilmuwan politik menyebut Dekret Presiden 5 Juli 1959 sebagai salah satu tonggak konstitusi Indonesia.
Dalam perjalanan selanjutnya, Presiden Gus Dur pernah mengeluarkan dekret tapi gagal lantaran Dekret Presiden tersebut ditolak dan tidak disetujui oleh MPR serta hasilnya Gus Dur dilengserkan dari kursi kepresidenan.(*)
Berikan tanggapanmu di sini
Belum ada komentar