Abdurrahman Saleh, Tokoh TNI AU yang Multitalenta

1 Jul 2022
  • BAGIKAN
  • line
Abdurrahman Saleh, Tokoh TNI AU yang Multitalenta

Tentara Nasional Indonesia dari Angkatan Udara patut berbangga memiliki tokoh sekaliber Abdurrahman Saleh. Namanya melegenda sebagai salah satu sosok penting TNI AU dalam perjuangan melawan penjajahan. Abdurrahman Saleh dikenal sebagai sosok yang multitalenta. Tak heran, namanya diabadikan pada salah Lanud milik TNI AU yang terletak di kota Malang, Jawa Timur.

Dilansiir dari tniau.mil.id, Abdulrachman Saleh dilahirkan dari keluarga dokter yang mempunyai disiplin dan pendidikan yang sangat kuat. Abdulrachman Saleh dilahirkan pada tanggal 1 Juli 1909, di kampung Ketapang (Kwitang Barat) Jakarta. Ayahnya, dr. Mohammad Saleh berasal dari Salatiga dan beristrikan seorang gadis Jakarta yang bernama Ismudiati.

BACA JUGA: Bangsawan Korea dan China Gunakan Siput sebagai Perawatan Kecantikan

Maman, demikian panggilan Abdulrachman dalam kesehariannya selalu dimanfaatkan untuk mengetahui sesuatu. Ia mewarisi sifat ayahnya yang memiliki sifat periang dan baik hati. Sejak kecil Maman mempunyai sifat serba ingin tahu terhadap sesuatu yang sangat menonjol. Setiap mainan pemberian orang tuanya selalu ingin dibongkarnya, dan senantiasa bagian-bagian mainan yang telah berserakan tak menentu, dapat dipasangnya kembali.

profil tokoh abdurrahman saleh

Abdurrahman Saleh berasal dari keluarga dokter pejuang sejak zaman Boedi Oetomo.(Dok/tniau.mil.id)

Ketika belum sekolah Maman kecil tempat tinggalnya berpindah-pindah, karena keluarga Saleh mendarma baktikan ilmunya kepada masyarakat dari kota yang satu pindah ke kota yang lain. Semula dari Jakarta dipindahkan ke Boyolali, Jawa Tengah, tak lama menempati kota ini keluarga Saleh menuju Kolonedale, Sulawesi Tengah disusul lagi kepindahannya ke Bondowoso, Pasuruan, Probolinggo.

Beruntunglah Maman yang dilahirkan dan dibesarkan oleh keluarga yang berpandangan luas dan jauh ke depan, oleh karena itu masalah pendidikan menjadi hal yang utama dalam keluarga tersebut. Pendidikannya dimulai dengan Holland Indische School (HIS), Meer Urgebreid Lagere Onderwijs (MULO). Setelah lulus MULO maksudnya hendak melanjutkan studinya ke School Tot Opleding van Indische Artsen (STOVIA) di Jakarta, untuk mengikuti jejak ayahnya. Akan tetapi baru beberapa bulan ia masuk STOVIA, sekolah itu dibubarkan.

Pemerintah Belanda beranggapan bahwa dasar sekolah ini kurang memenuhi syarat-syarat, karena untuk menjadi dokter dibutuhkan dasar yang kuat dari Algemene Middelbare School (AMS). Sekolahnya terpaksa dilanjutkan ke AMS Malang. Sebagai seorang dokter, Mohammad Saleh tentu menginginkan putra beliau melanjutkan cita-cita dan jejak beliau. Ditambah pula lingkungan dan nilai-nilai sekolah lebih mendorong pemuda Abdulrachman untuk terjun dalam bidang kedokteran.

Masa-masa kemahasiswaannya, tidak disia-siakan begitu saja. Beliau aktif di bidang kemahasiswaan, begitu pula kegiatan-kegiatannya di luar fakultas. Ia bukan seorang mahasiswa yang berjiwa text-book thinker. Jiwanya yang serba ingin tahu mendorongnya untuk menyeburkan diri dalam organisasi-organisasi atau perkumpulan-perkumpulan yang sangat sesuai bagi dirinya. Bakatnya di bidang olahraga sangat besar.

Maman pernah menjadi anggota Indonesia Muda. Dalam perkumpulan ini ia terjun dalam bidang olahraga atletik, berlayar, anggar. Di samping perkumpulan olahraga, perkumpulan yang bersifat sosial juga tidak luput dari perhatiannya. Sebelum masuk dalam Kepanduan iapun menggabungkan diri dalam persatuan pemuda Jong Java yang bersifat kedaerahan dan ikut aktif pula di dalamnya.

Sebelum Perang Dunia II, terdapatlah suatu Aeroclub di Jakarta bertempat di Kemayoran yang merupakan perkumpulan olah raga terbang. Bidang penerbangan ini mulai menarik baginya. Berkat kemauannya yang keras, dan semangat pantang mundur dalam bersaing dengan pemuda-pemuda Belanda, akhirnya brevet terbang dapat diperolehnya. Selama masa kemahasiswaan yang dilaluinya dari tahun ketahun, di samping belajar untuk menjadi dokter, ia juga mengembangkan keterampilannya dalam bidang-bidang lain sehingga ia sungguh-sungguh menjadi orang yang all-round.

abdurrahman saleh tni au

Abdurrahman Saleh termasuk salah satu perintis penerbang Angkatan Udara.(Dok/tniau.mil.id)

Setelah memperoleh gelar dokter, ia memperdalam pengetahuannya di bidang ilmu Faal. Dokter muda ini termasuk mahasiswa yang pandai, sehingga terpilih menjadi asisten dalam ilmu Faal, mula-mula dosen pada NIAS, Surabaya, dan akhirnya iapun menjadi dosen pada Perguruan Tinggi Kedokteran di Jakarta, dan kemudian menjadi guru besar di Klaten.

Dalam tahun 1934 berdirilah perkumpulan yang menamakan dirinya Vereniging voor Oosterse Radio-Omroep (VORO) di mana salah satu pelopor dari perkumpulan tersebut adalah Abdulrachman Saleh. Tujuan perkumpulan ini menyiarkan kesenian-kesenian ketimuran. VORO mempunyai pemancar sendiri berkekuatan 40 watt dengan gelombang 88 meter.

Pada tahun 1936 pemimpin VORO berpindah dari Gunari ke Abdulrachman Saleh. Saat itu VORO mengalami kesulitan dalam bidang keuangan, karena itu studio berpindah tempat mencari sewa yang semurah-murahnya. Mula-mula studio bertempat di Kramat 81 kemudian pindah lagi ke jalan Menteng 20. Sejak tahun 1937-1942, VORO mengalami perkembangan yang luar biasa, ini berkat kegiatan Abdulrachman Saleh yang besar bantuannya dalam bidang tehnik dan keuangan.

Pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia memproklamirkan kemerdekaaanya. Kekalahan Jepang berarti berakhirnya penjajahan dan penindasan bangsa lain terhadap bangsa Indonesia. Tidak ketinggalan pemuda-pemuda pegawai Kantor Radio Jepang juga merasa wajib untuk ikut berjuang dan membentuk suatu gerakan rahasia untuk menguasai kantor itu karena radio merupakan sarana penyiaran yang utama. Gerakan ini diketahui oleh Kempetai (dinas rahasia Jepang), sehingga proklamasi kemerdekaan yang diucapkan atas nama Sukarno-Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945 pada pukul 10 pagi, tidak dapat langsung disiarkan. Penyiaran proklamasi terpaksa tertunda untuk beberapa jam lamanya.

Disinilah keahlian dan pengalaman Abdulrachman Saleh dalam bidang radio betul-betul dimanfaatkan. Untuk dapat menyiarkan proklamasi kemerdekaan dengan bantuan pegawai-pegawai radio bagian tehnik, Abdulrachman Saleh menyalurkan siarannya melalui pemancar yang bergelombang 16 meter, yang berada di Bandung. Penggunaan siaran gelap ini diketahui oleh Pemimpin Kantor Radio bangsa Jepang. Dua orang Indonesia diminta pertanggungan jawabnya, yaitu Bachtiar Lubis dan Jusuf Ronodipuro. Penyiaran berita Proklamasi dihentikan melalui pemancar di Bandung atas perintah Markas Besar Tentara Serikat di Timur Jauh.

Dan berkat bimbingan Abdulrachman Saleh dengan dibantu oleh para aktivis radio, dapatlah disusun dasar-dasar dari Radio Republik Indonesia yang antara lain menetapkan tanggal 11 September 1945 sebagai hari berdirinya RRI. Terkenal sebagai Tri Prasetya RRI yang merupakan testament Abdulrachman Saleh dengan semboyan RRI Sekali di udara tetap di udara.

Setelah siaran-siaran RRI lancar, Karbol merasa bahwa sudah tiba saatnya beliau mempelopori perjuangan di bidang lain. Beliau lalu mengundurkan diri dari bidang radio dan masuk kedalam Tentara Republik Indonesia untuk membentuk Angkatan Udara Nasional bersama-sama dengan Adi Sutjipto, seorang bekas murid Karbol di Perguruan Tinggi Kedokteran Jakarta.

perjuangan abdurrahman saleh

Abdurrahman Saleh biasa disapa Karbol karena penampilan fisiknya yang prima.(Dok/tniau.mil.id)

Setelah Indonesia merdeka beliau mengalihkan perhatiannya pada perjuangan di bidang kedirgantaraan, dengan memilih berjuang ke AURI. Pada saat AURI masih dalam pertumbuhan, Abdulrachman Saleh bersama perintis Angkatan Udara lainnya terus berupaya untuk mengembangkan kejayaan Angkatan Udara. Dalam perkembangan selanjutnya pemerintah mengeluarkan Penetapan Pemerintah no 6/SD tahun 1946 tanggal 9 April 1946 tentang pembentukan TRI Angkatan Udara. Pucuk pimpinannya dipegang oleh Komodor Udara R Soerjadi Soerjadarma dan Wakil I Komodor Udara R Soekarnen Martokoesoemo, Wakil II Komodor Muda Udara A. Adisutjipto. Kebutuhan akan tenaga penerbang saat itu sangat kurang, ditambah pula pesawat terbang yang tersedia merupakan barang-barang bekas peninggalan Jepang. Demikian pula keadaannya dengan jumlah para penerbang Indonesia, hanya ada beberapa gelintir saja.

Di Yogyakarta Abdulrachman Saleh belajar mengemudikan pesawat Cureng bersayap dua, dan Adisutjipto bertindak sebagai instrukturnya. Dipelajarinya tipe-tipe pesawat lain diantaranya Glider, Hajabusja. Pesawat-pesawat tersebut semuanya merupakan warisan Jepang yang mesin-mesinnya diperbaiki sendiri oleh beliau. Banyak pesawat-pesawat bekas peninggalan Jepang yang telah rusak diperbaikinya sehingga dapat dipergunakan lagi oleh AURI.

Untuk beberapa waktu lamanya beliau tinggal di Yogyakarta menjadi instruktur penerbang membantu Adisutjipto. Tak lama kemudian pada tahun 1946 tugasnya dipindahkan untuk menjabat sebagai Komandan Pangkalan Udara Maospati (Madiun) dan bertempat tinggal di Malang.  Ia kemudian ditugaskan mengangkut bantuan obat-obatan dari pemerintah India.

Tanggal 28 Juli 1947 pers dan radio Malaya telah menyiarkan berita bahwa sebuah pesawat Dakota VT-CLA dengan muatan obat-obatan akan tiba keesokan harinya (29 Juli 1947) di Yogyakarta. Katanya sudah memperoleh persetujuan dari Pemerintah Belanda. Namun kenyataannya ketika pada siang hari menjelang sore pesawat udara yang mengangkut obat-obatan ini hendak mendarat di Pangkalan Udara Maguwo dari arah Utara muncul dua buah pesawat Mustang Belanda. Secara bertubi-tubi peluru dimuntahkan kearah pesawat Dakota VT-CLA. Pesawat ini jatuh kemudian membentur pohon, patah menjadi dua dan terbakar, hanya sebagian ekornya saja yang masih utuh. Semua awak pesawat dan penumpang meninggal dunia kecuali seorang penumpang yang kebetulan duduk di bagian ekor pesawat yang masih hidup. Penumpangnya yang gugur adalah Komodor Muda Udara Abdulrachman Saleh, Komodor Muda Udara Adisutjipto, Opsir Udara Adisumarmo Wiryokusumo, Zainal Arifin, pilot Alexander Noel Constantine (Wing Comander Australia), Co pilot Squadron Leader Inggris Roy Hazelhurst, JuruTehnik India Bidha Ram dan Ny. Constantine, sedangkan yang selamat yakni Gani Handonotjokro.

patung abdurrahman saleh

Patung Abdurrahman Saleh di Lanud milik TNI Angkatan Udara.(Dok/tniau.mil.id)

Kota Yogyakarta berkabung dengan jatuhnya pesawat Dakota VT-CLA, peti-peti jenazah ditempatkan berjejer di Hotel Tugu. Pada hari pemakaman rakyat penuh sesak di sepanjang jalan Malioboro untuk memberi penghormatan yang terakhir kalinya pada pahlawan, perintis dan pelopor AURI. Jenazah Abdulrachman Saleh dimakamkan di pemakaman Kuncen, Yogyakarta.

Sebagai penghargaan atas jasa-jasa terhadap bangsa dan negara, Komodor Muda Udara Abdulrachman Saleh dianugerahi pangkat Laksamana Muda Udara Anumerta, dan ditempat jatuhnya pesawat didirikan monumen tugu peringatan. Selain itu nama Abdulrachman Saleh diabadikan sebagai pengganti nama Pangkalan Udara Bugis berdasarkan Surat Penetapan Kasau nomor Kep/76/48/Pen.2/KS/1952 tanggal 17 Agustus 1952.

Selain itu, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, pada tanggal 5 Desember 1958 menganugrahi Abdulrachman Saleh sebagai Bapak Ilmu Faal Indonesia. Pada tanggal 16 April 1959 Presiden Sukarno memberikan Satyalencana Bintang Garuda kepada Abdulrachman Saleh. Pada tanggal 15 Februari 1961 penghargaan dan penghormatan dari pemerintah juga diberikan kepada Abdulrachman Saleh berupa Bintang Mahaputra Tk IV.

Marsekal Muda Anumerta Abdulrachman Saleh atau lebih dikenal dengan nama panggilan “Karbol” adalah salah satu diantara Pahlawan Pembina Angkatan Udara Republik Indonesia yang serba bisa dan serba guna atau “all raound”. Untuk penghargaan, penghormatan dan pengabdian nama pahlawan udara tersebut, maka sesuai dengan Surat Keputusan Komandan Akademi Angkatan Udara Nomor: 145/KPTS/AAU/1965 tertanggal 3 Agustus 1965 dianggap perlu nama “Karbol” yang diberikan pada Taruna Akademi nama panggilan “Kadet” diganti dengan nama panggilan “Karbol”. Dalam perjalanan sejarah panggilan “Karbol” berubah menjadi “Taruna”, namun sebutan “Karbol” dikukuhkan kembali sebagai panggilan Taruna Akademi Angkatan Udara berdasarkan Surat Keputusan Kasau Nomor: Skep/179/VII/2000 tanggal 18 Juli 2000.

Abdulrachman Saleh bukan hanya milik TNI AU saja, tetapi milik bangsa Indonesia, dan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor: 071/TK/1974 tanggal 9 November 1974 Marsda TNI Anumerta Abdulrachman Saleh ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional. Pada tangal 14 Juli 2000 atas prakarsa Kepala Staf TNI AU Marsekal TNI Hanafi Asnan kerangka jenasah Abdulrachman Saleh dan Adisutjipto beserta istri dipindahkan ke lokasi tempat jatuhnya pesawat VT-CLA. Lokasi tersebut dibangun menjadi monumen yang sangat megah sekaligus sebagai makam kedua tokoh TNI AU beserta istri dengan nama Monumen Perjuangan TNI AU sebagai penganti nama Monumen Ngoto.(*)

  • BAGIKAN
  • line