TB Simatupang, Sang Jenderal yang Bersiteru dengan Sukarno

28 Jan 2020
  • BAGIKAN
  • line
TB Simatupang, Sang Jenderal yang Bersiteru dengan Sukarno

Bagi yang suka hilir mudik di Jakarta pasti tahu nama Jalan TB Simatupang. Salah satu jalan utama ibu kota selalu ramai dilalui kendaraan, baik siang maupun malam.

Nah, nama jalan tersebut diambil dari sosok pahlawan nasional Tahi Bonar Simatupang, seorang tokoh militer yang menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Perang (KSAP), dengan masa jabatan 29 Januari 1950 sampai 4 November 1953. Ia adalah orang yang menggantikan Jenderal Besar Soedirman sebagai KSAP.

Kritis sejak kecil

Bonar, nama kecil TB Simatupang lahir di Sidikalang, Sumatra Utara, 28 Januari 1920. Ia adalah anak kedua dari seorang ambtenaar bernama Sutan Mangaraja Soaduan Simatupang dan ibunya bernama Mina Boru Sibutar.

Sejak kecil, Bonar dikenal sebagai sosok yang kritis. Ia bahkan sempat berdebat dengan gurunya, Meneer Haantjes saat pelajaran sejarah hingga diusir dari ruang kelas.

Saat itu, Bonar tak terima anggapan sang guru kalau penduduk Hindia-Belanda tak akan bisa mencapai kemerdekaan.

Menurut Meneer Haantjes penduduk Hindia-Belanda memiliki banyak suku yang membuatnya sulit bersatu.

Ia juga menganggap penduduk Hindia-Belanda tidak bisa membangun militer modern seperti Belanda karena postur tubuh yang kecil.

Cemerlang di dunia militer

Karier militer Bonar dimulai saat menjadi kadet di Koninlijke Militaire Academie (KMA), sebuah akademi militer yang dibentuk kerajaan Belanda.

Setelah belajar selama dua tahun, Bonar lulus menjadi perwira muda (1942). Sayangnya belum sempat ditugaskan, Jepang keburu menyerang dan merebut kekuasaan Hindia-Belanda.

Bonar serta beberapa teman-teman seangkatannya kemudian direkrut Jepang dan ditempatkan di resimen pertama di Jakarta dengan pangkat calon perwira.

Setelah Indonesia merdeka, Bonar masuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang kemudian ikut bergerilya bersama Soedirman melawan pasukan Belanda.

Selama masa itu, Bonar diangkat sebagai wakil kepala staf angkatan perang (Wakasap) RI.

Ia sempat mewakili Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda.

Misi utamanya adalah mendesak Belanda membubarkan KNIL dan menjadikan TNI sebagai kekuatan militer utama untuk Indonesia. Ketika Soedirman wafat, Bonar langsung diangkat sebagai KSAP dengan pangkat mayor jenderal.

Bersitegang dengan presiden

Meski pengangkatan Bonar sebagai KSAP dilakukan oleh presiden, itu tak serta merta hubungan mereka baik-baik saja.. Bonar bahkan sempat adu mulut dengan Sukarno.

Peristiwa itu terjadi ketika Komandan Candradimuka Bambang Supeno, lembaga pendidikan mental bagi perwira menemui Sukarno.

Bambang Supeno meminta Sukarno untuk mengganti Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Kolonel AH Nasution. Alasannya, banyak perwira tak setuju dengan kebijakan Nasution yang melibatkan Misi Militer Belanda (MMB) untuk meningkatkan mutu tentara.

Sukarno lalu memberi restu dengan syarat Bambang harus bisa mengumpulkan tanda tangan para panglima di daerah. Setelah rampung, Bambang menyampaikan surat permintaan pemberhentian Nasution ke Bonar.

Namun, alih-alih disetujui ada adu mulut antara Bonar dan Bambang. Beberapa hari kemudian Bambang Supeno diberhentikan dari segala jabatannya.

Bonar juga mendatangi presiden dan meminta penjelasan. Sukarno membenarkan kalau ia merestui permintaan Bambang Supeno.

Namun, lagi-lagi Bonar tak setuju. Menurut Bonar jika pemberhentian tetap dilakukan, maka peristiwa serupa terus berlangsung dan membuat tubuh TNI lemah.

“Selama saya kepala staf angkatan perang, saya tidak akan biarkan itu terjadi,” ujar Simatupang seperti dikutip dalam artikel Historia.id berjudul TB Simatupang, Jenderal Pemikir Seteru Bung Besar.

Sejak saat itu, hubungan TB Simatupang dengan Sukarno kurang baik.

Dalam buku otobiografi Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat, Sukarno tak pernah lagi menyebut nama Bonar. Sedangkan meski sempat berselisih, Sukarno masih mau menyebut Nasution sebagai ‘pembantu yang baik dan loyal’.

  • BAGIKAN
  • line