Soengkono, Sang Martir Pertempuran Surabaya

11 Jan 2020
  • BAGIKAN
  • line
Soengkono, Sang Martir Pertempuran Surabaya

Meski namanya tak begitu terkenal. Namun, Soengkono merupakan salah satu tokoh penting dalam Pertempuran Surabaya, 10 November 1945.

Lelaki kelahiran 11 Januari 1911 tersebut merupakan komandan Badan Keamanan Rakyat (BKR) saat itu.

Pria yang namanya kini disematkan di salah satu jalan di Surabaya, tak lahir dari seorang ningrat. Ia hanyalah anak dari pasangan tukang jahit Tawireja dan Rinten. Kendati demikian, semangatnya untuk belajar cukup tinggi.

Ia mengawali pendidikannya di Holand Indische School (HIS) tahun 1928. Kemudian melanjutkannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO).

Soengkono juga pernah mengenyam pendidikan di Zelfontelkeling hingga kelas dua dan mengantongi ijazah K.E. Pendidikan Militer dari sekolah teknik perkapalan atau Kweekschool voor Inlandsche Schepelingen (KIS).

Berbekal ijazah itu ia kemudian bekerja di Koninklijke Marine (KM) di Makassar.

Soengkono, berjiwa patriotik

Soengkono dikenal sebagai sosok yang memiliki jiwa nasionalisme tinggi. Ia rela mengorbankan jiwa dan raga demi mempertahankan tanah kelahirannya dari para penjajah.

Soengkono adalah salah satu tokoh sentral saat pertempuran 10 November.

Dikutip dari Surabaya 1945: Sakral Tanahnya, Soengkono sempat melakukan pidato yang membuat jiwa para pemuda bergelora.

Pidato tersebut ia ucapkan di Markas TKR jalan Pregolan 4, Surabaya tanggal 9 November 1945.

“Saudara-saudara, saya ingin mempertahankan Surabaya. Surabaya tidak bisa dilepaskan dari bahaya ini. Kalau saudara ingin meninggalkan kota, saya juga tidak menahan, tapi saya akan mempertahankan kota sendiri,” ucap Soengkono yang kemudian disambut dengan deklarasi kebulatan tekad.

Bertahan dengan amunisi seadanya

Dibandingkan tentara-tentara Inggris, Soengkono tak memiliki banyak persenjataan.

Ia tak punya tank keluaran terbaru, kapal perang ataupun pesawat Thunderbolt.

Soengkono beserta para tentara bawahannya hanya memiliki granat, senapan mesin ringan, bambu runcing, dan beberapa tank tua.

Semangat Soengkono tak pernah pudar. Saat tentara Inggris menyerang, Soengkono dan anak buahnya bahkan mampu membertahankan Surabaya selama 21 hari. Meski pada akhirnya Surabaya takluk.

Dikutip dari buku Memoar Hario Kecik, Suhario, wakil komandan TKPR mengatakan kalau Soengkono tampak tenang meski ia tahu persenjataan miliknya terbatas.

“Dia (Soengkono) datang ke markas saya di tengah malam (inspeksi), bersama dengan Kretarto dan tiga perwira. Dia bertanya, ‘Apakah kamu siap?’,” tuturnya.

Sayangnya, dibandingkan Bung Tomo, nama Soengkono bukanlah apa-apa.

Mesin penelusuran Google pun agak sulit mencari profil sosok kelahiran Purbalingga ini. Soengkono juga hingga kini belum pernah masuk menjadi Pahlawan Nasional.

  • BAGIKAN
  • line