Soedirman Diangkat Jadi Panglima Besar

Jenderal Soedirman tercatat sebagai salah satu panglima perang Tentara Nasional Indonesia(TNI) yang memimpin angkatan bersenjata pada awal pembentukannya. Bagaimana proses pengangkatan Jenderal Soedirman sebagai Panglima Besar? Apakah ada faksi antara tentara eks legiun KNIL dan prajurit binaan Jepang seperti PETA, Heiho, Keibodan dan Jawa Seinendan?
Pada 12 November 1945 gedung peninggalan Belanda di daerah Gondokusuman, Yogyakarta menjadi saksi bisu sejarah TNI di Indonesia. Para pemuda komandan divisi dan resimen se-Jawa dan Sumatera berkumpul.
BACA JUGA: Pangeran Diponegoro Panglima Perang Musuh Bebuyutan Belanda
Mereka menyelenggarakan konferensi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) untuk memutuskan pucuk pimpinan tertinggi angkatan perang. Saat itu, kongres dipimpin oleh Kepala Staf Umum TKR, Oerip Sumoharjo.

Kongres dipimpin oleh Letjen Oerip Soemohardjo.(Doik/30 Tahun Indonesia Merdeka)
Saat Presiden Sukarno mengumumkan maklumat pembentukan TKR pada 5 Oktober 1945, lembaga tersebut belum memiliki pemimpin tertinggi. Sebenarnya Sukarno telah menunjuk Supriyadi sebagai Menteri Keamanan Rakyat, namun hingga waktu yang telah ditentukan tak kunjung datang.
Pada 1 Januari 1946, TKR berubah nama menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI). Satu bulan setelah TRI dibentuk, Pemerintah memiliki maksud untuk mempersatukan kekuatan-kekuatan bersenjata di Indonesia, baik itu tentara reguler maupun laskar-laskar perjuangan yang bernaung di bawah partai-partai kala itu. Oleh sebab itu, Pemerintah mengesahkan Penetapan Presiden tanggal 23 Februari 1946 dengan membentuk Panitia Besar Penyelenggaraan Organisasi Tentara.
Kota Pelajar tersebut merupakan markas TKR, karena saat itu Jakarta telah diduduki oleh sekutu. Dalam kongres tersebut terdapat agenda untuk pemilihan panglima besar TKR. Untuk menentukan pimpinan tertinggi itu, dilakukanlah pemungutan suara.

Pemilihan berlangsung lewat pemungutan suara yang dimenangkan Jenderal Soedirman.(Dok/30 Tahun Indonesia Merdeka)
Proses pemilihan yang berlangsung sangat sederhana itu akhirnya memenangkan Sudirman dengan suara terbanyak. Lalu, Urip mendapatkan suara terbanyak kedua dan diminta tetap menjadi Kepala Staf Umum.
Kala itu, Jenderal Sudirman masih sangatlah muda, yakni baru berusia 29 tahun. Berdasarkan buku “Soedirman Seorang Panglima, Seorang Martir” oleh tim buku Tempo mencatat, Soedirman sudah terkenal di kalangan pimpinan divisi, terutama Jawa berkat kecakapan dan karismanya.
Sebulan setelah pemilihan itu, Sudirman memimpin TKR untuk memukul mundur pasukan Inggris yang membonceng Belanda di Ambarawa, Jawa Tengah. Peristiwa tersebut kini dikenal sebagai pertempuran Palagan Ambarawa.

Jenderal Soedirman memimpin perang gerilya melawan Belanda.(Dok/30 Tahun Indonesia Merdeka)
Tiga hari usai peristiwa tersebut atau pada 18 Desember 1945, Sudirman dilantik sebagai Panglima Besar TKR oleh Presiden Soekarno.
Penetapan Presiden Soekarno yang berisi:
Mulai 3 Juni 1947 disahkan berdirinya Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan dinyatakan semua laskar serta badan perjuangan secara serentak dimasukkan ke dalam TNI.

Jenderal Soedirman menjadi panglima besar pertama TNI.(Dok/Puspen TNI)
Pimpinan TNI dipegang oleh pucuk pimpinan TNI yang merupakan pimpinan kolektif yang terdiri atas kepala dan anggota. Kepala pucuk pimpinan dijabat oleh Panglima Besar Angkatan Perang Jenderal Soedirman dan anggota-anggotanya terdiri dari Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo, Laksamana Muda M. Nazir, Komodor Udara S. Suryadarma, Soetomo (Bung Tomo), Ir. Sakirman dan Djoko Suyono.
Setelah TNI resmi berdiri, pada 27 Juni 1947 di Istana Presiden Yogyakarta (Gedung Agung) Jenderal Soedirman dilantik sebagai Panglima Besar Tentara Nasional Indonesia. Jenderal Soedirman membuktikan diri dengan berjuang dan bergerilya walau dalam keadaan sakit. Pemerintah Indonesia memberikan gelar Jenderal Besar dengan pangkat bintang lima kepada Soedirman.(*)
Berikan tanggapanmu di sini
Belum ada komentar