Pertempuran Surabaya: Drama Pengibaran Bendera di Hotel Oranje

5 Nov 2019
  • BAGIKAN
  • line
Pertempuran Surabaya: Drama Pengibaran Bendera di Hotel Oranje

Beberapa hari sebelum Jumat, 31 Agustus 1945, para petinggi kolonial Belanda mengajukan satu permohonan kepada tokoh-tokoh Surabaya. Mereka meminta agar pada tanggal tersebut diperkenankan mengibarkan bendera Belanda, menyambut kelahiran Ratu Wilhemina.

Sutomo atau yang akrab dikenal Bung Tomo dalam buku 10 November (1951) mengatakan, pada saat itu pemerintah karesidenan belum berani meluluskan permohonan Belanda. “Mengingat rakyat Indonesia sedang berada dalam suasana gembira menyambut kemerdekaannya,” kata Bung Tomo.

Namun, pihak Belanda seolah abai. Mereka menunjukkan sikap pongah tatkala pasukan Sekutu mulai berdatangan ke Surabaya.

Mereka tak lagi mengindahkan saran tokoh-tokoh Indonesia di Surabaya. Malah plakat-plakat dan semboyan-semboyan yang menyatakan hasrat bangsa Indonesia untuk tetap merdeka, diam-diam mereka rusak.

Biang keladinya adalah dua orang Belanda; Ploegman dan Spit. Tanpa alasan yang kuat, mereka mengibarkan bendera si tiga warna di atas Hotel Oranje. “Suasana panas tersebut mencapai puncaknya pada Selasa, 18 September 1945,” kata Bung Tomo.

Hotel Oranje. (Ist)

Hotel Oranje. (Ist)

Mengetahui hal tersebut, arek Surabaya naik pitam. Termasuk salah satunya laskar Banteng Indonesia. Rakyat berkumpul, bersiap di sekitar hotel. Tak disangka semakin lama justru semakin besar jumlahnya.

Tombak, keris, bambu runcing, golok, dan pedang berkilat-kilat di bawah sinar matahari pagi. Hasrat untuk menyerang sudah tak lagi tertahan. “Namun, siapa yang diserang?” kata Bung Tomo.

Kolonial Belanda pintar. Mereka tak berani ambil risiko untuk menghadapi kemarahan arek Surabaya.

Arkian, mereka meminta bantuan pasukan Kenpetay untuk melawan. Pasukan kedua kolonial itu datang dengan sangkur terhunus. Tapi apalah arti. Rakyat tak peduli. Batu-batu pun segera melayang.

Beberapa opsir Sekutu yang tinggal di hotel itu pun jadi sasaran amukan massa. Memaksa mereka mencari tempat perlindungan yang ada.

BACA JUGA: Serangan Arek Bikin Pontang Panting Pasukan Elite Inggris

Namun, rakyat terus mendesak maju. Tak lama berselang, suara tembakan terdengar. “Rakyat semakin marah! Perkelahian seru pun terjadi,” kata Bung Tomo.

Tinju lawan tinju. Lempar lawan lempar. Golok, pedang, dan senjata rakyat lainnya mulai digunakan.

Beberapa pemuda Surabaya berhasil merangsek ke dalam hotel. Mereka bergegas menuju lantai atas. Merobek bendera Belanda. Tapi tak begitu mudah. Beberapa dari pemuda jatuh dipukul tentara Belanda. “Agak sulit mencapai tujuan.”

Seturut dengan Bung Tomo, sejarawan Frank Palmos juga mengemukakan bahwa dalam peristiwa tersebut terjadi perang hebat.

Arek Surabaya sepakat, Indonesia tidak lagi berdiri di atas pendudukan kolonial. “Pertempuran Surabaya sering dibela sebagai tindakan yang perlu untuk kepentingan nasional dalam pembangunan karakter bangsa,” tulis Palmos dalam buku Surabaya 1945; Sakral Tanahku.

Arek Surabaya melawan kolonial Belanda. (Ist)

Arek Surabaya melawan kolonial Belanda. (Ist)

Atas dasar semangat itu pula, kata Palmos, pertempuran Surabaya bukan sekadar sebuah perlawanan spontan Arek Surabaya. “Melainkan sebuah aksi mempertahankan kemerdekaan yang direncanakan secara matang,” kata Palmos.

Perang terus berkecamuk. Arek Surabaya belum juga bisa menurunkan bendera Belanda. Hingga pada akhirnya, timbul sebuah keajaiban.

Sekonyong-konyong, beberapa buah tangga mulai dinaikkan. Memudahkan para pemuda menyelesaikan pekerjaan. Si tiga warna; merah, putih, dan biru segera ditarik turun.

“Hatiku berdebar-debar penuh kebanggaan,” kata Bung Tomo.

Rakyat pun mulai bersorak. Namun, sebelum bendera Belanda diturunkan, kata Bung Tomo, ada seorang pemuda yang berada di atap telah merobek kain warna biru yang melekat di bendera tersebut. “Sehingga tinggal warna merah dan putih.”

Getaran jiwa meluap-luap bagaikan air bah yang tak tertahan. Tak lama berselang, berkumandang pekikan, “Merdeka! Merdeka! Merdeka!” Mengiringi naiknya Sang Dwi Warna, lambang kejayaan Indonesia.

  • BAGIKAN
  • line