Perjanjian New York dan Motif Amerika Jadi Inisiator

Amerika Serikat(AS) menjadi inisiator Perjanjian New York antara Pemerintah Indonesia dengan Belanda. Dalam beberapa literatur kesejarahaan, ada motif Amerika Serikat memprakarsai perjanjian tersebut. Pertama, AS tidak ingin Indonesia menjadi sekutu Uni Soviet yang kala itu menjadi pemimpin blok negara-negara komunis.
Kedua, Amerika tidak ingin konflik Indonesia dan Belanda menjadi penghalang rencana bisnis perusahaan negaranya di Indonesia. Pertambangan termasuk salah satu tujuan bisnis utama Amerika Serikat di Papua Barat. Hipotesis ini ditarik dari keberadaan Freeport di Papua hingga saat ini.
BACA JUGA: Akhir Kisah Cahaya Asia, Jepang Menyerah Kepada Sekutu
Nah, bagaimana terjadinya Perjanjian New York dan apa latar belakangnya? Perjanjian New York yang diprakarsai Amerika Serikat pada 1962, mengatur pemindahan kekuasaan atas Papua Barat, dari Belanda ke Indonesia. Perjanjian ini, dilatarbelakangi usaha Indonesia merebut daerah Papua bagian barat dari tangan Belanda.

Perjanjian New York dilakukan setelah Indonesia mencanangkan perang pembebasan Papua.(Dok/30 Tahun Indonesia Merdeka)
Pada Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag saat pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda, disebutkan bahwa masalah ini akan diselesaikan dalam tempo satu tahun sejak KMB. Namun sampai tahun 1961, belum ada pembahasan apapun.
Dilansir dari buku 30 Tahun Indonesia Merdeka, AS yang takut bila Uni Soviet makin ikut campur soal Papua Barat, mendesak Belanda mengadakan perundingan dengan Indonesia. Diskusi pun dimulai. Delegasi Indonesia dipimpin Adam Malik dan Belanda Dr Van Roijen. E Bunker dari AS menjadi perantaranya.
Tanggal 15 Agustus 1962, disepakatilah Perjanjian New York yang berisi penyerahan Papua bagian barat dari Belanda melalui United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA).
Tanggal 1 Mei 1963 Papua bagian barat kembali ke Indonesia. Kedudukan Papua bagian barat menjadi lebih pasti setelah diadakan Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) tahun 1969. Rakyat Papua bagian barat memilih tetap masuk menjadi bagian RI.
Jauh sebelum Perjanjian New York, Papua sudah menjadi objek sengketa antara Indonesia dan Belanda sejak Proklamasi 1945. Sejak awal, Belanda tidak mengakui kemerdekaan Indonesia, dan kemudian melakukan aktivitas militer secara intensif.

Wakil Indonesia dalam Perjanjian New York adalah Menlu Dr. Subandrio.(Dok/kemlu.go.id)
Sejumlah perjanjian untuk menengahi konflik Indonesia-Belanda pun dilakukan. Mulai Linggarjati, Renville, hingga KMB. Dalam KMB, Belanda mengakui Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.
Belanda mengakui wilayah Indonesia kecuali Irian Barat atau Papua bagian barat. Daerah tersebut akan tetap dikelola oleh Belanda. Soal Papua akan dibahas kembali satu tahun kemudian.
Perjanjian New York ini disaksikan secara langsung oleh Sekjen PBB saat itu, U Thant dan Ellsworth Bunker di markas besar PBB.
Berikut Isi Perjanjian New York:
1. Paling Lambat tanggal 1 Oktober 1962 Belanda sudah menyerahkan Irian Barat kepada United Nation Temporary Executive Authority (UNTEA).
2. Pemerintah Sementara PBB akan memakai tenaga asal Indonesia, baik sipil atau militer bersama dengan putra-putri Irian Barat.
3. Tentara Belanda meninggalkan wilayah Irian Barat secara bertahap.
4. Pasukan Indonesia yang sudah berada di Irian Barat tetap berada di wilayah tersebut, tapi di bawah pemerintah sementara PBB.
5. Antara Irian Barat dengan daerah Indonesia yang lain berlaku lalu lintas bebas seperti pada daerah yang lain.
6. Sejak 31 Desember 1962, bendera Indonesia akan berkibar di samping bendera PBB.
7. Paling lambat tanggal 1 Mei 1963 UNTEA atas nama PBB akan menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia.

Perjanjian New York melibatkan pemerintah Indonesia dan Belanda.(Dok/ANRI)
Belanda selalu mengulur-ulur soal wilayah Papua. Hingga kemudian, Sukarno membentuk Komando Mandala pada 2 Januari 1962 sebagai tindak lanjut dari Operasi Trikora (Tri Komando Rakyat).
Komando Mandala dibentuk untuk membebaskan Papua dari Belanda dengan operasi militer. “Batalkan Negara Papua! Kibarkan bendera Sang Merah Putih di Irian Barat! Gagalkan! Kibarkan bendera kita! Siap sedialah, akan datang mobilisasi umum!” “Mobilisasi umum bagi yang mengenai seluruh rakyat Indonesia untuk membebaskan Irian Barat sama sekali daripada cengkeraman imperialis Belanda,” ujar Soekarno dalam pidatonya.
AS lantas mendesak Belanda melunak dan mau duduk dalam perundingan, hingga akhirnya terjadilah Perjanjian New York. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa Perjanjian New York dilaksanakan dalam rangka untuk menghentikan peperangan yang terjadi di antara Indonesia dengan Belanda dalam rangka membebaskan Irian Barat. Perjanjian ini ditandatangani oleh Dr. Subandrio yang menjadi Menteri Luar Negeri Indonesia.(*)
Berikan tanggapanmu di sini
Belum ada komentar