Merenung Kembali Pidato Bung Karno Saat Proklamasi Kemerdekaan

Pada saat pembacaan proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 silam, Bung Karno juga menyampaikan sebuah pidato singkat yang menarik untuk direnungkan kembali.
Mungkin sebagian dari kita beranggapan kala itu di Pegangsaan Timur Nomor 56, Jakarta, Bung Karno hanya membacakan proklamasi. Namun faktanya, sebelum membacakan proklamasi, Bung Karno menyampaikan pidato singkat yang isinya masih terasa relevan hingga saat ini.
BACA JUGA: Peristiwa Rengasdengklok, Konflik Kelompok Tua dan Muda Terkait Proklamasi
Dilansir dari laman kemdikbud.go.id, setelah pembacaan proklamasi, dilakukan upacara pengibaran bendera Merah Putih oleh Latief Hendraningrat dan Suhud Sastro Kusumo dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Bendera Sang Saka Merah Putih yang dikibarkan kala itu dijahit beberapa hari sebelumnya oleh Ibu Fatmawati.

Bung Karno menyampaikan pidato sebelum membacakan proklamasi.(Dok/ANRI)
Sementara naskah Proklamasi yang dirumuskan Sukarno dan Hatta memiliki dua versi yakni tulis tangan dan ketikan. Nah, sebelum membaca teks proklamasi Bung Karno lebih dulu mengawalinya dengan sebuah pidato yang hebat.
Berikut isi pidato Bung Karno pada tanggal 17 Agustus 1945 silam:
Saudara-saudara sekalian!
Saya telah minta saudara-saudara hadir disini untuk menjaksikan satu peristiwa maha-penting dalam sedjarah kita.
Berpuluh-puluh tahun kita bangsa Indonesia telah berdjoang, untuk kemerdekaan tanah air kita. Bahkan telah beratus-ratus tahun!
Gelombangnja aksi kita untuk mentjapai kemerdekaan kita itu ada naiknja dan ada turunnja, tetapi djiwa kita tetap menudju ke arah tjita-tjita.
Djuga didalam djaman Djepang, usaha kita untuk mentjapai kemerdekaan nasional tidak berhenti-henti.

Bendera yang dikibarkan saat 17 Agustus 1945 dijahit sendiri oleh Ibu Fatmawati.(Dok/ANRI)
Didalam djaman Djepang ini, tampaknja sadja kita menjandarkan diri kepada mereka. Tetapi pada hakekatnja, tetap kita menjusun tenaga kita sendiri, tetap kita pertjaja kepada kekuatan sendiri.
Sekarang tibalah saatnja kita benar-benar mengambil nasib-bangsa dan nasib-tanah-air didalam tangan kita sendiri. Hanja bangsa jang berani mengambil nasib dalam tangan sendiri, akan dapat berdiri dengan kuatnja.
Maka kami, tadi malam telah mengadakan
musjawarat dengan pemuka-pemuka rakjat Indonesia, dari seluruh Indonesia. Permusjawaratan itu seia-sekata berpendapat, bahwa sekaranglah datang saatnja untuk menjatakan kemerdekaan kita.
Saudara-saudara! Dengan ini kami njatakan kebulatan tekad itu.
Dengarkanlah proklamasi kami:
Proklamasi
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan
Kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, 17 Agustus 1945.
Atas Nama Bangsa Indonesia,
SOEKARNO-HATTA.

Bung Karno dalam pidato singkatnya membakar semangat antipenjajahan.(Dok?ANRI)
Demikianlah saudara-saudara!
Kita sekarang telah merdeka!
Tidak ada satu ikatan lagi yang mengikat tanah-air kita dan bangsa kita!
Mulai saat ini kita menjusun Negara kita ! Negara Merdeka, Negara Republik Indonesia, merdeka kekal dan abadi.
Insja Allah, Tuhan memberkati kemerdekaan kita itu.
Pidato tersebut oleh beberapa sejarawan begitu aktual karena mengandung semangat untuk menentukan nasib sendiri. Selain itu, Bung Karno juga menempatkan Indonesia sebagai bangsa yang berketuhanan dengan kalimat, “Tuhan memberkati kemerdekaan kita itu.” Pidato singkat itu memaparkan visi Indonesia sebagai negara yang berdaulat sekaligus berketuhanan.
Bung Karno membakar semangat rakyat dan bangsa Indonesia untuk berdikari dan menentukan nasibnya sendiri. Kejayaan Indonesia berada di tangan rakyat dan bangsa Indonesia serta tidak lagi didikte apalagi dijajah oleh bangsa lain. Semangat antiimperialisme dan kolonialisme menjadi poin penting dalam pidato singkat Bung Karno tersebut.(*)
Berikan tanggapanmu di sini
Belum ada komentar