Mengenang Jejak Pierre Tendean, Perwira Muda Korban G30S

Akibat Gerakan 30 September 1965, seorang perwira TNI muda Pierre Tendean ikut menjadi korban keganasan malam mencekam itu.
Pierre wafat di usianya yang masih 26 tahun. Saat itu dirinya menjabat sebagai ajudan Jenderal Besar TNI Abdul Haris Nasution dengan pangkat letnan satu.
Pierre lahir pada 21 Februari 1939, dan meninggal dunia pada 1 Oktober 1965.
Ia merupakan putra dari seorang dokter yang berdarah Minahasa, dan Cornet M.E, seorang wanita Indo yang berdarah Perancis.
Sejak kecil Pierre sangat ingin menjadi anggota militer. Padahal sang ayah ingin putranya itu menjadi seorang dokter.
Karena tekadnya yang kuat, ia pun berhasil bergabung dengan Akademi Teknik Angkatan Darat (ATEKAD) di Bandung pada tahun 1958.
Setelah lulus dari akademi militer pada tahun 1962 dengan pangkat letnan dua, Tendean menjadi Komandan Pleton Batalyon Zeni Tempur 2 Kodam II/Bukit Barisan di Medan. Setahun kemudian, ia mengikuti pendidikan di sekolah intelijen di Bogor.
Setamat dari sana, ia ditugaskan di Dinas Pusat Intelijen Angkatan Darat (DIPIAD) untuk menjadi mata-mata ke Malaysia sehubungan dengan konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia; ia bertugas memimpin sekelompok relawan di beberapa daerah untuk menyusup ke Malaysia.
Pada 15 April 1965, Tendean dipromosikan menjadi letnan satu, dan ditugaskan sebagai ajudan Jenderal Besar TNI Abdul Haris Nasution.
Pagi, 1 Oktober 1965, pasukan Gerakan 30 September (G30S) mendatangi rumah Nasution dengan tujuan untuk menculiknya.
Pierre yang sedang tidur di ruang belakang rumah Jenderal Nasution terbangun karena suara tembakan dan ribut-ribut dan segera berlari ke bagian depan rumah.
Ia ditangkap oleh gerombolan G30S yang mengira dirinya sebagai Nasution karena kondisi rumah yang gelap. Nasution sendiri berhasil melarikan diri dengan melompati pagar.
Pierre lalu dibawa ke sebuah rumah di daerah Lubang Buaya bersama enam perwira tinggi lainnya. Ia ditembak mati dan mayatnya dibuang ke sebuah sumur tua bersama enam jasad perwira lainnya.
Pierre Tendean bersama keenam perwira lainnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.
Untuk menghargai jasa-jasanya, Tendean dianugerahi gelar Pahlawan Revolusi Indonesia pada tanggal 5 Oktober 1965 berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 111/KOTI/Tahun 1965. Usai kematiannya, ia secara anumerta dipromosikan menjadi kapten.
Berikan tanggapanmu di sini
Belum ada komentar