Menakar Akurasi Wasiat Terakhir Prabu Siliwangi, Menanti Kebangkitan Sunda Empire?

23 Jan 2020
  • BAGIKAN
  • line
Menakar Akurasi Wasiat Terakhir Prabu Siliwangi, Menanti Kebangkitan Sunda Empire?

Bagi masyarakat Sunda, Uga Wangsit Siliwangi tentu bukan kalimat yang asing didengar. Uga Wangsit Siliwangi bahkan dijadikan pedoman hidup beberapa masyarakat Pasundan sambil menanti kebangkitan Kerajaan Sunda (Sunda Empire).

Menurut salah seorang budayawan Sunda asal Depok Fachruddin Soleh, Uga Wangsit Siliwangi memiliki arti petunjuk atau wasiat terakhir Prabu Siliwangi sebelum ngahiang atau tiada.

Petuah itu, kata Fachruddin, merupakan tulisan berbahasa Sunda Buhun (kuno) yang bagi masyarakat Sunda adalah nasihat dan menyiratkan makna yang sangat luhur serta memiliki relevansi antara masa lalu dan masa kini.

“Apa yang sudah didaraskan Prabu Siliwangi, realitasnya sangat berhubungan dengan apa yang terjadi terhadap bangsa sekarang,” kata Fachruddin saat kami hubungi, Kamis (23/1).

Lelaki yang mengaku sebagai keturunan Prabu Siliwangi itu juga menegaskan pesan leluhur tersebut harus diresapi serta diimplementasikan para pemimpin bangsa agar menuju Indonesia yang lebih baik.

“Dalam Uga Wangsit Siliwangi disebutkan, ‘Arinyana engke jaga bakal ka seundeuhan batur. Loba batur ti nu anggang. Tapi, batur anu nyusahkeun. Sing waspada,’ yang artinya adalah suatu hari nanti akan kedatangan tamu. Banyak tamu yang datang dari jauh. Namun, tamu yang menyusahkan. Jadi, waspadalah,” tandasnya.

Adapun tamu yang dimaksud, kata Fachruddin, adalah para penjajah yang dalam catatan sejarah telah menindas serta merusak keutuhan bangsa. “Sampai saat ini, ‘tamu’ tersebut masih berada di Indonesia,” katanya.

Tak hanya itu, kata Fachruddin, pada bait Uga Wangsit Siliwangi selanjutnya dijelaskan lebih dalam lagi.

Tah di dinya, sanagara bakal jadi sampalan. Sampalan kebo barule nu diangon ku jalma jangkung nu tutunjuk di alun-alun. Ti harita, raja-raja dibelenggu. Kebo bule nyekel bubuntut, turunan urang narik waluku. Ngan narikna henteu karasa sabab murah jaman seubeuh hakan,” tuturnya.

“Nah di situlah, sebuah negara akan pecah. Pecah karena kerbau bule yang digembalakan oleh orang yang tinggi dan memerintah di pusat kota. Semenjak itu, raja-raja dibelenggu. Kerbau bule memegang kendali, dan keturunan kita hanya menjadi orang suruhan. Namun, kendali itu tidak terasa. Sebab, semuanya serba dipenuhi dan murah serta banyak pilihan,” kata Fachruddin Soleh yang mengartikan bahasa tersebut.

Meski demikian, ia juga sangat yakin bahwa suatu hari nanti akan datang kebenaran yang akan mengungkap semuanya seperti yang masih dijelaskan dalam Uga Wangsit Siliwangi.

“Balik lagi semuanya. Negara bersatu kembali. Nusa jaya lagi. Sebab, berdiri Ratu Adil. Ratu Adil yang sejati,” tandasnya.

  • BAGIKAN
  • line