Lafran Pane, Si Badung Pendiri HMI

Bagi salah satu organisasi mahasiswa terbesar di Indonesia yakni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Lafran Pane adalah salah satu tokoh yang paling dihormati.
Dalam Kongres XI HMI tahun 1974 di Bogor, Lafran Pane, ditetapkan sebagai pendiri HMI. Namun, Lafran Pane tidak sendiri, ada tokoh-tokoh lain yang juga ditetapkan sebagai pendiri HMI.
Mereka ialah Kartono Zarkasy, Dahlan Husein, Siti Zainah, Maisaroh Hilal, Soewali, Yusdi Gozali, M. Anwar, Hasan Basri, Marwan, Tayeb Razak, Toha Mashudi, Bidron Hadi, Sulkarnaen, dan Mansyur.
Lafran Pane lahir dari keluarga seniman. Ayahnya, Sutan Pangurabaan Pane ialah seorang guru sekaligus seniman Batak Mandailing di Muara Sipongi, Mandailing Natal. Sementara kedua kakaknya, Sanusi Pane dan Armijn Pane adalah seorang sastrawan dan seniman terkenal di Indonesia.
Sejak kecil, Lafran Pane dididik pemahaman agama Islam yang kuat karena sang ayah merupakan salah satu pendiri organisasi Muhammadiyah di Sipirok.
Sementara kakeknya, Syekh Badurrahman Pane merupakan ulama terkemuka.
Badung sejak kecil
Kehidupan Lafran Pane terbilang tak mudah. Saat memutuskan merantau ke Kota Medan. Di sana ia harus tidur di emperan toko satu ke toko lainnya setiap hari.
Berbagai profesi ia jalani mulai dari penjual karcis bioskop hingga menjajakan es lilin. Semuanya ia lakukan untuk menyambung hidupnya.
Pada tahun 1937, ia kemudian diminta kakaknya Sanusi Pane dan Armijn Pane untuk pindah ke Batavia. Di sini ia mulai melanjutkan sekolah yang sempat terputus.
Ia mulai belajar di HIS Muhammadiyah, kemudian MULO Muhammadiyah, ke AMS Muhammadiyah kemudian ke Taman Dewasa Raya hingga pecah Perang Dunia II.
Pria kelahiran 5 Februari 1922 ini memang tak bisa diatur. Saat di Batavia, ia bergabung dengan geng berandalan bernama BENDE.
Anggota geng ini kerap berbuat onar dan sering kedapatan membawa senjata. Lafran Pane pun sering berurusan dengan pihak penegak hukum.
Saat sekolah, Lafran Pane dikenal sebagai sosok yang sering memimpin demonstrasi dan pemberontak. Ia bahkan sempat memimpin demonstrasi yang berujung kerusuhan.
Beruntung ada Mr. Kasman Singodimedjo yang bisa menengahi keributan tersebut.
Prihatin terhadap mahasiswa muslim
Seiring berjalan waktu, ia mulai sadar akan kebutuhan spiritual. Ia sering bertafakur dan merenung seakan menemukan jalan hidupnya kembali.
Saat melanjutkan pendidikan di Sekolah Tinggi Islam (STI) di Yogyakarta, ia bertemu K.H. Abdul Kahar Muzakkir, Hussein Yahya, dan H. M Rasyidi yang menjadi dosennya.
Mereka pula yang membuat Lafran Pane semakin kuat jiwa spiritualnya.
Keresahan Lafran Pane muncul ketika melihat sistem pendidikan gaya barat sekuler. Jam kuliah kerap bertabrakan dengan waktu salat.
Selain itu, banyak pula organisasi mahasiswa yang berideologi komunis. Hal tersebut menuntutnya untuk membuat organisasi mahasiswa berbasis Islam.
HMI pun dideklarasikan pada 5 Februari 1947, dua tahun setelah proklamasi kemerdekaan.
Pembentukan HMI juga didasari atas keprihatinan Lafran Pane dan pendiri lainnya terhadap umat Islam Indonesia yang belum lepas dari belenggu imperialisme barat.
Ia juga mengetahui dunia internasional saat itu sedang populer gerakan pembaharuan yang membuatnya semakin tertarik membentuk organisasi.
Berikan tanggapanmu di sini
Belum ada komentar