Kisah Tragis Amir Hamzah, Penyair yang Tewas Ditebas

Tengkoe Amir Hamzah Pangeran Indra Poetera, atau Amir Hamzah dilahirkan tanggal 28 Februari 1911 dari kalangan bangsawan di Tanjung Pura, Langkat, Sumatra Utara.
Ia adalah putra Tengkoe Bendahara Paduka Raja Kerajaan Langkat, yang tewas ditebas lehernya pada 20 Maret 1946 di Kuala Begumit, Sumatra Utara.
Sebelum Amir Hamzah dibunuh secara keji, pada 3 Maret 1946 terjadi revolusi sosial dan penculikan tokoh-tokoh yang dianggap feodal, tak mau bergabung dengan Indonesia yang baru merdeka.
Pada 7 Maret 1946, sekitar pukul 15.00 WIB laskar Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo) datang ke istana Amir di Binjai dengan mobil pickup. Tanpa banyak bicara, Amir pun diciduk dan dibawa ke rumah tahanan di Jalan Bonjol Binjai, dekat Makam Pahlawan Binjai.
Tengkoe Peh, salah seorang saksi mata menceritakan, pada saat itu ia melihat Amir didudukkan di bagian depan diapit oleh sopir dan pengawal.
Amir Hamzah yang menggunakan kopiah, kemeja tangan panjang berwarna putih itu melambai-lambaikan orang-orang yang menyalaminya di jalanan.
Menurut Abrar Yusrar dalam buku Amir Hamzah 1911-1946 menjelaskan, selain Amir, sebelumnya Pangeran Kamil dan Tengkoe Mahraja dituduh feodal dan juga ditangkap.
Setelah para tahanan dikumpulkan di Jalan Bonjol, ada beberapa yang dibebaskan, tetapi ada juga yang langsung diasingkan ke Kebon Lada, Binjai. Amir Hamzah, tulis Abrar, salah satu orang yang ikut diasingkan.
“Sebab, Amir Hamzah dinilai tokoh penting. Sehingga dikirim ke perladangan Kuala Begumit untuk menjalani hukuman yang sudah ditentukan,” tulis Abrar dalam bukunya.
Sesampainya di Kuala Begumit, pakaian para tahanan dilucuti, diganti dengan celana goni. Tak hanya itu, para tahanan termasuk Amir Hamzah juga mendapat siksa.
Kondisinya saat itu sungguh mengenaskan. Amir bertelanjang dada, hanya mengenakan kolor buntung kotor. Badannya terlihat kurus, dan wajahnya memendam kesedihan. Tak ada lagi senyum yang tersungging dari bibirnya.
Keponakan Amir Hamzah, Tengkoe Majid menceritakan, pada saat itu beberapa pemuda datang ke rumah Amir untuk meminta apa-apa yang kiranya perlu dikirimkan kepada penyair besar Indonesia yang malang itu di tahanan.
Istri Amir, Tengkoe Poetri Kamaliah mengirimkan sehelai kain sarung, sepasang teluk belanga putih, sebuah kitab suci Alquran, dan nasi goreng di antara serantang makanan.
Beberapa hari kemudian, semua tahanan diminta laskar untuk menggali lubang untuk kuburan mereka masing-masing. Adapun jarak antara satu lubang dengan lubang lainnya 100 meter.
Pada 20 Maret 1946, sekira pukul 2.00 WIB dini hari, Kepala Laskar bersenjata mengeluarkan perintah lisan kepada anak buahnya. “Si Polan mau diperiksa,” kata Kepala Laskar seperti yang dikutip dari buku Amir Hamzah 1911-1946.
Ucapan tersebut ternyata tak lain adalah sandi, di mana semua tahanan bakal digiring ke lubang yang mereka buat untuk dieksekusi. Amir Hamzah yang tampak lemas dipanggil.
Ia pun diseret secara paksa oleh tujuh pengawal ke lubang yang telah digalinya. Matanya ditutup rapat, sedangkan tangannya diikat kuat ke belakang.
Sebelum dieksekusi, Amir Hamzah mengajukan dua permintaan terakhir kepada para algojo yang telah menenteng sebilah senjata tajam. Adapun permohonan itu yang pertama adalah meminta waktu untuk salat. “Kedua agar kain penutup mata dan ikatan tangannya dibuka,” kata Abrar.
Permintaannya itu dikabulkan. Amir pun mendapatkan kedua permohonannya. Setelah itu, seorang algojo menebas batang leher Amir dengan pedangnya yang tajam. Algojo yang mengeksekusi Amir bernama Mandor Iyang Wijaya, yang tak lain orang kesayangan Amir di istana.
Berikan tanggapanmu di sini
Belum ada komentar