Jokowi Turun Tangan, Konflik Pulau Rempang Minta Segera Diselesaikan

Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meminta Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia, untuk naik gunung dan memberikan penjelasan langsung kepada warga di Pulau Rempang, Kepulauan Batam, terkait pelaksanaan proyek investasi Rempang Eco City.
“Menurut saya, nanti mungkin besok atau lusa Menteri Bahlil akan ke sana untuk memberikan penjelasan mengenai itu,” kata Jokowi saat kunjungan kerja di Pasar Kranggot, Cilegon, Banten, seperti dikutip Antara, Selasa (12/9/2023).
Jokowi menyatakan bahwa masalah konflik tanah di Pulau Rempang muncul karena kurangnya komunikasi yang baik. Oleh karena itu, hal ini menjadi permasalahan serius.
“Karena di sana sebenarnya sudah ada kesempatan bahwa warga akan diberi lahan 500 meter plus bangunan tipe 45, tetapi ini tidak dikomunikasikan dengan baik. Akhirnya malah menjadi masalah,” lanjutnya.
Sebelumnya, pemerintah berencana untuk memindahkan warga Rempang, Batam, yang berada di lokasi pembangunan pabrik kaca terintegrasi hasil kerja sama Pemerintah Indonesia dengan Xinyi Group pada bulan Juli di Chengdu, Tiongkok.
Menteri Bahlil sudah pernah mengunjungi kawasan tersebut pada bulan Agustus 2023 sebagai tindak lanjut arahan Presiden Jokowi untuk segera melaksanakan pengembangan Kawasan Rempang.
“Kita hanya diberikan waktu dua bulan untuk segera melakukan implementasi investasinya. Ini bukan hal yang mudah. Tapi investasi adalah instrumen untuk dapat menggenjot lapangan pekerjaan dan perekonomian negara kita,” ungkap Bahlil kepada awak media saat itu.
Rempang Eco City adalah salah satu proyek yang masuk dalam Program Strategis Nasional 2023. Pembangunannya diatur dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2023 yang disahkan pada 28 Agustus.
Proyek ini bertujuan untuk mengembangkan kawasan industri, perdagangan, dan wisata terintegrasi dengan tujuan meningkatkan daya saing dengan Singapura dan Malaysia. PT Makmur Elok Graha (MEG) bertanggung jawab untuk melaksanakan proyek ini dengan target investasi mencapai Rp 381 triliun pada tahun 2080.
Sayangnya, proyek ini menimbulkan protes dari warga setempat, yang bahkan menyebabkan kekerasan dan luka-luka, serta trauma pada anak-anak. Penolakan warga terhadap proyek ini juga mengancam eksistensi 16 kampung adat Melayu yang telah ada di Pulau Rempang sejak tahun 1834.
Berikan tanggapanmu di sini
Belum ada komentar