Jenderal Mallaby Tewas, Arek Diamuk Inggris

10 Nov 2019
  • BAGIKAN
  • line
Jenderal Mallaby Tewas, Arek Diamuk Inggris

Sejak pertama kali menginjakkan kaki di Surabaya, Sabtu, 27 Oktober 1945, pasukan Sekutu dari Brigade 49 Inggris begitu percaya diri. Apalagi mereka baru mengalahkan Jepang dari pertempuran Birma sampai Semenanjung Malaya.

Dalam buku Pertempuran Surabaya November 1945, Des Alwi mengungkapkan, pasukan yang dipimpin Brigadir Jenderal AWS Mallaby itu terdiri dari Batalyon Infanteri Maratha yang mumpuni dalam perang kota. Pun dengan Batalyon Rajputna, yang mampu menjadi pasukan penghancur dengan senapan mesinnya.

Selain memiliki senjata modern, Brigade 49 juga dilengkapi kendaraan lapis baja dan angkutan kesehatan militer. Sehingga, pada saat mendarat, mereka memandang sebelah mata para pejuang Surabaya. “Mereka berpikir para pejuang di Surabaya tidak terlatih dalam memegang senjata,” tulis Des Alwi.

Hal tersebut, tulis Des Alwi, terang saja merupakan sebuah kekeliruan. Pasalnya setelah melakukan pendaratan tampak semangat juang Arek Surabaya masih membara.

Bahkan, menurut PRS Sani dalam Jejak Revolusi 1945 Sebuah Kesaksian Sejarah, masyarakat Surabaya jauh berbeda dengan Jakarta. “Masyarakat Jakarta masih bisa bersikap ramah terhadap militer Inggris. Sedangkan orang Surabaya, tidak,” tulis Sani.

Jauh panggang dari api. Kedatangan pasukan Sekutu di Surabaya tidak mendapat senyum ramah dari sebagian masyarakat.

Arek Surabaya tak segan mengangkat senjata. Mereka sudah siap berperang melawan pasukan Inggris dengan segala kemampuan. Bahkan pada 30 Oktober 1945, pasukan Brigade 49 kehilangan Jenderal Mallaby.

Tentu saja hal tersebut membuat pihak Sekutu naik pitam. Arkian, mereka melakukan pembalasan. Teramat kejam dan tiada ampun.

Usai Kematian Mallaby

Mendengar kematian Jenderal Mallaby, pasukan Inggris di Surabaya pun ditambah. Kamis, 1 November 1945, kapal perang HMS Sussex, HMS Cavalier, dan HMS Carron tampak bersandar di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.

Semua orang sipil Eropa yang menjadi tawanan Jepang telah dibebaskan. Sekira 6 sampai 8 ribu orang siap bertempur melawan Arek Surabaya.

Menurut Ben Anderson, yang mengutip novelet Surabaya (1947) karya Idrus mengatakan bahwa sejak beberapa hari digempur Arek, pasukan Sekutu mendaratkan serdadu-serdadu lebih banyak disertai tank-tank raksasa.

“Tank-tank itu turun dari kapal seperti malaikat maut turun dari langit: diam-diam dan dirahasiakan oleh orang yang menurunkannya,” tulis Ben Anderson dalam Revoloesi Pemoeda: Pendudukan Jepang dan Perlawanan di Jawa 1944-1946.

Seturut dengan itu, Des Alwi dalam bukunya berjudul Pertempuran Surabaya November mengatakan hal serupa. Kata Des Alwi, pasukan Inggris mendatangkan ribuan pasukan darat, tank, panser, dan meriam-meriam artileri juga diturunkan dari kapal.

Kematian Jenderal Mallaby, menurut AH Nasution dalam Memenuhi Panggilan Tugas jilid I, membuat Inggris mengerahkan ribuan pasukan dari Divisi V Malaya.

Selain itu, armada Laksamana Peterson, yang terdiri dari satu kapal penjelajah dan tiga perusak, juga disertakan ke Surabaya.

“Inggris juga mengirim satu brigade lagi, Divisi ke-26 dari India ke Jawa dan 2 brigade ke Sumatera. Menurut catatan Inggris serangannya tanggal 10 November di Surabaya dengan satu divisi satu brigade serta Angkatan Udara dan Angkatan Lautnya,” tulis AH Nasution.

Sebelum melakukan serangan, Mayor Jenderal Mansergh di Jakarta telah memberikan ultimatum terlebih dahulu kepada masyarakat Surabaya.

Sejak tanggal 9 November 1945, masyarakat diminta untuk menyerahkan senjata tanpa syarat. Ia juga menuntut agar masyarakat Surabaya menyerahkan orang yang bertanggung jawab atas kematian Jenderal Mallaby, untuk diserahkan kepada Inggris sebagai wakil Sekutu di Surabaya.

Jenderal Mansergh juga meminta semua perempuan dan anak-anak pergi meninggalkan kota sebelum pukul 19.00 WIB. Hukuman mati telah tampak bagi para pejuang Surabaya.

Mendengar gertakan tersebut, ternyata tak membuat Arek Surabaya mengendurkan nyali. Gubernur Jawa Timur Soerjo justru melalui Radio Surabaya pada pukul 23.00 WIB menolak ultimatum Inggris. Soerjo bahkan menyerukan masyarakat Surabaya untuk berperang hingga tetes darah penghabisan.

Pada pukul 06.00 WIB, Sabtu, 10 November 1945, suasana Surabaya berubah menjadi sangat mencekam. Langit Surabaya dipenuhi pesawat Angkatan Udara Inggris dan memuntahkan peluru-pelurunya ke daratan. Kapal-kapal perang Inggris juga tak kalah ketinggalan. Meluluhlantahkan Surabaya sejadi-jadinya.

Hujan peluru baru berhenti ketika memasuki senja. Sepertiga Surabaya sudah tak berdaya. Diduduki sepenuhnya oleh militer Inggris.

Pasukan Divisi Kelima Inggris pun mulai merangsek ke setiap sudut kota yang masih dipertahankan oleh para pejuang, Arek-arek Surabaya.

“Di pusat kota, pertempuran lebih dasyat, jalan-jalan harus diduduki satu per satu, dari satu pintu ke pintu lainya. Mayat dari manusia, kuda-kuda, dan kucing-kucing serta anjing-anjing bergelimpangan di selokan; gelas-gelas berpecahan, perabot rumah tangga, kawat-kawat telepon bergelantungana di jalan-jalan dan suara pertempuran menggema di tengah-tengah gedung-gedung kantor yang kosong,” tulis David Wehl dalam Birth of Indonesia, seperti di kutip Ben Anderson dalam Revoloesi Pemoeda.

  • BAGIKAN
  • line