Jejak Sang Panglima Perang Mari Longa

19 Nov 2019
  • BAGIKAN
  • line
Jejak Sang Panglima Perang Mari Longa

Bagi masyarakat Indonesia, nama Mari Longa mungkin masih tak lazim terdengar. Tapi tidak untuk masyarakat Flores, Nusa Tenggara Timur.

Kisah tentang keberaniannya melawan ketidakadilan terus terjaga, bahkan hingga kini.

Mari Longa merupakan anak dari pasangan Longa Rowa, seorang panglima perang tanah persekutuan Nida dan Kemba Kore. Ia dilahirkan di Desa Watu Nggere, Ende, Flores sekitar 1855.

Waktu kecil, nama aslinya ialah Leba. Namun, dikarenakan sering sakit tak ayal orang tuanya mengganti nama Leba Longa menjadi Mari Longa.

Sejak namanya diganti, Mari Longa tumbuh menjadi anak yang sangat sehat. Ia pun mulai diajari bela diri dan kerap diajak berburu di hutan bersama sang ayah.

Mari Dewasa

Seiring berjalan waktu, Mari tumbuh menjadi pemuda nan gagah perkasa. Keahlian bela diri yang didapat dari ayahnya, ia tularkan ke setiap kampung yang ia kunjungi. Kebolehannya menggunakan senjata tajam, tombak, serta panah.

Kisah tentang keahlian Mari lambat laun mulai tersiar. Namanya pun perlahan kian masyhur. Tak ada orang desa yang meragukan kepandaiannya itu.

Sampai akhirnya, seperti ditulis Servas Mario dkk dalam buku Perang Mari Longa (1893-1907) pada suatu hari Mari Longa pergi bertualang sampai di Mauria, sebuah desa yang berbatasan dengan Mego Maumere. Pada waktu bersamaan, warga Maumere tengah berperang melawan orang Mego.

Arkian, orang-orang Mauria meminta bantuan sang pendekar asal Desa Watu Nggere. Perang yang pada awalnya diperkirakan bakal dimenangkan orang Mego, sontak berbalik. Pertempuran tersebut akhirnya dimenangkan Mauria.

Sebagai ucapan terima kasih, Mari Longa diberi banyak hadiah oleh sesepuh setempat seperti emas, kuda, kerbau, sampai seorang gadis bernama Bela Bajo.

Perempuan muda itu akhirnya dipersunting Mari sebagai istri ketujuh. Adapun keenam istri lain Mari ialah Nderu Ndoki, Kapi Mbipi, Fai Bilo, Weti Atu, Tidhu, dan Aru Atu.

Mari Bantu Bhara Nuri

Keheroikan Mari semakin meluas. Kemenangan demi kemenangan terus membekas.

Beberapa tokoh dari desa lain yang kenal dengan Mari pun tak sungkan untuk meminta bantuan sang panglima perang. Ketulusan Mari dalam membantu perang membuatnya semakin disegani dan dihormati.

Kisah keberanian Mari ternyata sampai ke telinga Bhara Nuri, salah seorang sesepuh sekaligus panglima perang wilayah Lio, Woloare Ende.

Berulang kali Bhara Nuri melakukan pertempuran melawan Raja Ende yang dibantu kolonial Belanda. Bahkan Bhara Nuri pernah ditangkap dan dibuang ke Kupang. Namun, ia berhasil melarikan diri.

Demi kemerdekaan dan keadilan, Bhara Nuri akhirnya meminta bantuan Mari Longa melalui Mosa Laki Saga. Gayung pun bersambut.

Mari dan anak buahnya berdiri di garda terdepan melawan tirani. Tak disangka, kemenangan diraih begitu mudah oleh Bhara Nuri dan Mari Longa.

Meski memenangi pertempuran dengan mudah, putri tersayang Mari Longa terkena tembakan tentara kolonial di bagian perutnya. Beruntung, Nduru Mari dapat tertolong oleh sang ayah.

Mendapati kekalahan yang telak, pihak kolonial tersentak. Mereka tak menyangka dapat dikalahkan dengan mudah.

Pihak kolonial menduga, ada pihak lain yang membantu Bhara Nuri. Mereka mulai menyebar mata-mata untuk menggali informasi terkait kemenangan Bhara Nuri.

Tak butuh waktu lama, kolonial mendapat kabar kalau Bhara Nuri dibantu Mari Longa. Hal itu membuat kolonial meradang.

Mereka pun segera membentuk pasukan khusus untuk menangkap Mari Longa beserta anak buahnya. Tentara kolonial di Ende mendapatkan bantuan dari serdadu Maumere.

Penyusuran dilakukan ke setiap perkampungan di Pantai Utara Maumere, mulai dari Magepanda, Kota Baru, Ndondo hingga ke Detuara, Rate Nggoji.

Setiap desa yang dilewati kolonial, penduduk lokal kerap mendapat siksaan, bahkan sampai ada yang dibunuh secara keji.

Ketika Kolonial Tak Berkutik

Berita kekejaman kolonial tersebut menyebar begitu cepat. Mari Longa yang mendengar, marah besar. Pahlawan nan gagah berani bersama anak buahnya itu kemudian menghadang tentara kolonial Belanda di Bhoasia.

Pasukan kolonial dibuat kocar-kacir. Banyak dari pasukan kolonial yang mati. Sedangkan yang selamat, kembali ke Maumere meminta bala bantuan.

Setelah bantuan kolonial dari Kupang dan Jawa tiba di Maumere, pasukan kolonial langsung menuju Ndondo untuk menyerang Mari Longa dan anak buahnya.

Meski kalah dalam jumlah orang dan persenjataan, tak membuat Mari dan pasukannya gentar. Mereka terus melakukan perlawanan.

Tak disangka keadaan justru berbalik menekan. Sang panglima meminta anak buahnya bersembunyi di hutan. Sedangkan ia sengaja menyerahkan diri ke tangan kolonial.

“Mari Longa akhirnya dibawa ke Maumere dan di penjara,” tulis Servas Mario dalam buku Perang Mari Longa (1893-1907) .

Mari Longa dibawa dengan pengawalan ketat pasukan kolonial untuk di penjara. Namun, ia berhasil lolos dan kembali ke Watu Nggere.

Pembesar kolonial yang mengetahui kabar aib itu murka. Mereka kembali bentuk tim khusus. Namun, sebelum menangkap sang panglima perang pihak kolonial mengirim utusan untuk menghadap Mari.

Utusan itu menyampaikan keinginan kolonial untuk berunding bersama Mari Longa. Namun, dengan tegas Mari menolak. Ia tak mau tunduk dan patuh terhadap penindas.

Saat sang utusan membawa kabar dari Mari, para pembesar kolonial semain naik pitam. Mereka tak mengira Mari tak mau kompromi.

Arkian, pihak kolonial kembali melakukan penyerangan. Namun, hasilnya tetap sama. Pasukan kolonial jatuh berguguran, dan kembali lagi ke Ende.

  • BAGIKAN
  • line