Harry Roesli Seniman Kritis nan Humoris

Tidak ada musisi sebengal Harry Roesli. Ia seniman serba bisa. Musisi jempolan yang bisa memainkan alat musik apapun, komposer hebat, guru musik dan pemain teater. Namanya juga dikenal sebagai kolomnis surat kabar. Kang Harry demikian ia biasa disapa aktif menulis kolom Asal-Usul di harian Komppas.
Pria kelahiran Jawa Barat, 10 September 1951 ini dikenal sebagai musisi dan seniman teater yang sangat kritis. Banyak sekali karya-karyanya, baik lagu maupun teater, yang kerap mengkritisi kebijakan pemerintahan Orde Baru. Hal tersebut yang kemudian menempatkan pria asal Bandung ini sebagai musisi yang begitu disegani.
BACA JUGA: PON I Digelar Dalam Suasana Serba Terbatas dan Mendadak
Bakat seni yang kental merupakan warisan dari atmosfer keluarga yang mencintai seni. Sebagai musisi dan seniman serba bisa, Harry Roesli merupakan figur yang memiliki perjalanan hidup yang menarik. Karya-karya musiknya hingga sekarang masih didengar. Harry seorang komposer tiada duanya. Dia seorang seniman ‘pluralistik’. Dia juga pemersatu musisi di Bandung dan Indonesia. Sulit mencari figur penggantinya.

Harry Roesli merupakan cucu dari sastrawan Marah Roesli.(Dok/ wiki commons)
Harry Roesli berhasil menuangkan berbagai kreativitas seninya terhadap idealisme seorang ‘seniman sosial’. Ia kritis terhadap rezim pemerintahan yang kurang sejalan dengan pemikirannya dan tetap bertahan meski ada perubahan rezim. ”Hanya Harry Roesli yang berani bicara kritis dan santai dengan Pak Habibie saat presiden ketiga ini berkuasa. Saat itu Habibie datang ke kediaman keluarga Harry Roesli. Presiden BJ Habibie dulu pernah diasuh dan dirawat keluarga Harry Roesli. Saat bertemu, Habibie sempat menanyakan kepada Harry Roesli kenapa masih mengeritik dia soal PTDI (PT Dirgantara Indonesia). Dengan santainya Harry menjawab, karena kita saudara jadi saya bebas kritik tanpa harus ditangkap
Selain sebagai seorang seniman, Harry Roesli juga pelatih musik. Karya-karyanya yang seolah jauh dari nilai komersil merupakan alat yang digunakan dalam mengekspresikan perasaan hatinya terhadap situasi sosial dan politik yang sedang terjadi. Beberapa ekspresi perasaanya sering ditularkan kepada anak didiknya lewat berbagai cara, termasuk mewadahi para anak-anak jalanan lewat pelatihan musik
Karya musik Harry Roesli memang agak sulit dipahami di masa itu. Sekarang, setelah Harry meninggalkan dunia pada 11 Desember 2004 lalu, banyak anak muda yang tergerak untuk mendengarkan lagi karya-karya Harry Roesli.
Harry Roesli cukup produktif. Bersama bandnya ia merilis 13 album selama 1973-1979. Menurut Potchang, musik yang dibawakan bandnya itu menggabungkan berbagai jenis musik. Ada rock, funk, folk, blues, R&B serta jazz. ”Meski sangat kental dengan nuansa Jazz, Mas Harry tak ingin terkotak dalam satu genre musik. Dia adalah musisi spontan. Karya-karyanya dibuat dengan cara spontan.

Harry Roesli juga dikenal sebagai pemain teater dan kolomnis.(Dok/wiki commons)
Album pertama ini memang luar biasa. Harry Roesli secara jenius berhasil memadukan rock dengan blues, funk, dan jazz.
Kombinasi tersebut melahirkan lagu bertajuk Don’t Talk About Freedom. sebuah komposisi panjang hampir sembilan menit yang tersusun atas solo keyboard, ketukan perkusi yang gemulai, hingga raungan gitar dan tiupan harmonika yang saling bersautan. Hasilnya? luar biasa.
Harry Roesli pun mulai melirik musik tradisional. Dan ini dituangkannya dalam album kedua, Titik Api.
Harry juga sangat terpengaruh dengan musik progresif yang saat itu jadi tren di Eropa dan Amerika. Frank Zappa dan Gentle Giant sering menjadi rujukan musik dan karya Harry Roesli.
Sejak sekolah di SMA 2 Bandung, Harry Roesli rutin mendengarkan The Rolling Stones, Gentle Giant, Emerson Lake and Palmer, Pink Floyd hingga John Milton Cage Jr. Namun Harry Roesli sangat terpikat dengan Frank Zappa. Harry memperkenalkan gaya kontrapung (komposisi musik dengan gaya bersahut-sahutan atau jalur melodi berlawanan) dan lirik dengan pola penulisan ala Frank Zappa
Puncak kejeniusan Harry Roesli tak hanya di bidang musik saja. Pada 12 April 1975, Nama Harry Roesli dikenal dengan membuat pertunjukan “Rock Opera Ken Arok” di Gedung Merdeka Bandung. Saat itu seperti dikutip Majalah Aktuil, Harry Roesli menamakan kegiatannya Wayang Orang Kontemporer. Pergelaran yang banyak menarik perhatian itu dipentaskan ulang pada 2 Agustus 1975 di Balai Sidang Jakarta. Rock Opera Ken Arok-nya mulai merambah ke berbagai daerah di Indonesia termasuk ke Semarang pada Januari 1976.
Selain aksi teater yang unik, pementasan Ken Arok juga jadi ajang kegilaan Harry dalam memainkan banyak instrumen. Selain alat musik biasa, Harry juga menggunakan barang sehari-hari sebagai bagian dari upaya eksplorasi bunyi: dari mulai pintu sampai level panggung.

Harry Roesli juga membentuk dan membina kelompok musisi (Dok/wiki commons)
Pementasan Ken Arok menarik minat banyak orang. Harry menempatkan pentas teater sebagai sesuatu yang umum, pentas bisa dinikmati siapa saja, apa pun latar belakangnya.
Di balik karya-karyanya, Harry tak lupa menyelipkan kritik sosial. Targetnya? Orde Baru. Opera Ken Arok pun sarat kritik. Harry Roesli sengaja mengambil tokoh Ken Arok agar masyarakat tahu bahwa ambisi untuk berkuasa terkadang membuat gelap mata dan menghalalkan segala cara. Dan itulah yang sedang terjadi kala Orde Baru berada di singgasananya.
Harry kini meninggalkan warisan luar biasa buat keluarga dan Indonesia. Selain karya-karyanya, Harry juga meninggalkan Rumah Musik Harry Roesli (RMHM). Segala bentuk kegiatan berkesenian ada didalamnya. Salah satunya adalah Depot Kreasi Seni Bandung (DKSB). RMHM hingga sekarang masih ada dan memiliki formula yang unik dalam merekrut anak-anak jalanan untuk menjadi musisi.
Gelarnya sebagai doktor membuat dirinya mendapat kepercayaan untuk menjadi dosen / guru besar dan mengajar di berbagai perguruan tinggi. Dia pernah mengajar di Universitas Pasundan dan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) pada jurusan Psikologi Seni Musik di Bandung.
Harry Roesli menderita serangan jantung dan langsung dilarikan ke RS Boromeus bandung pada 30 November 2004. Pelantun lagu Jangan Menangis Indonesia ini, lalu dirawat di RS Jantung Harapan Kita sejak 3 Desember 2004. Hingga akhirnya Harry meninggal dunia di Jakarta, 11 Desember 2004.
Sepanjang hidupnya, seniman jenius ini setidaknya sudah merilis 23 album. Melalui karya-karyanya, Harry dikenal sebagai musisi yang produktif dan menjadi panutan bagi seniman lainnya. Tak heran jika kepergiannya menjadi duka yang mendalam bagi masyarakat Indonesia.(*)
Berikan tanggapanmu di sini
Belum ada komentar