Gulo Puan, Kudapan Warisan Para Bangsawan Palembang

Gulo Puan sebenarnya berasal dari Wong Kito yang memiliki arti gula susu. Gulo Puan adalah kuliner yang terbuat dari gula dan susu. Namun jangan salah, karena susu yang digunakan bukan susu pada umumnya, melainkan susu dari kerbau dicampur dengan sedikit gula pasir, kemudian dipanaskan selama lima jam.
Gulo Puan biasa menjadi teman makan roti sebagai selai, bisa juga dioleskan untuk pisang goreng, yang bisa jadikan teman ngopi. Gulo Puan ini memang dipatok dengan harga cukup mahal, karena bahannya yang susah didapatkan. Sejak dulu, Gulo Puan memang sudah menjadi konsumsi para bangsawan juga pembesar istana.
BACA JUGA: Mie Celor, Kuliner Khas Sumsel yang Kaya Karbohidrat dan Protein
Bahan utama gulo puan atau gula susu ini adalah susu segar dari kerbau khas daerah Pampangan, Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan. Pampangan jaraknya sekitar 85 km dari kota Palembang atau sekitar 50 km dari kota Kayu Agung yang merupakan ibu kota Kabupaten OKI.

Susu yang digunakan dalam meracik Gulo Puan berasal dari susu kerbau.(Dok/1001 Resep Menu)
Dalam bahasa daerah Sumatera Selatan, puan berarti susu. Sesuai bahan dasarnya, gulo puan berarti gula susu. Proses pembuatannya, gulo puan dimasak seperti membuat kue karamel. Bedanya kue karamel menggunakan gula putih sedangkan gulo puan meggunakan gula merah. Tekstur gulo puan ini lembut, berpasir, dengan warna kecoklatan. Rasanya manis gurih, perpaduan antara karamel dan keju. Gulo puan tidak saja enak dinikmati sebagai teman minum teh atau kopi, tapi juga enak disantap bersama roti tawar.
Meskipun sudah menjadi makanan khas OKI, namun kini tidak mudah menemukan gulo puan di daerah asalnya. Kudapan ini hanya dapat kita jumpai pada waktu-waktu tertentu saja, seperti saat shalat Jumat di Masjid Agung Palembang. Umumnya, gulo puan dijual para pedagang kaki lima dengan harga Rp100 ribu untuk setiap kilogramnya.

Gulo Puan harganya cukup mahal yakni Rp100 ribu per kilogram(Dok/1001 Resep Menu)
Cara pembuatan yang rumit dan lama inilah yang mengakibatkan kue legit nan gurih ini hanya bisa dinikmati oleh para bangsawan. Hingga sekarang, kue tersebut masih sulit ditemukan, tidak seperti pempek yang dapat kita jumpai di setiap lokasi dan berbagai kesempatan.
Tidak hanya dapat diolah menjadi gulo puan, susu dari kerbau rawa ini pun dapat diolah menjadi minyak samin, sagon puan, dan tape puan. Kudapan ini boleh dibilang mahal karena bahan baku dan waktu pengerjaannya yang cukup lama. Cara membuat minyak samin dari kerbau ini pun tidak terlalu sulit. Cukup mengendapkan susu hingga lapisan dadih terpisah. Minyak samin berupa endapan putih inilah yang kemudian menebarkan aroma dengan rasa mirip mentega.

Untuk mendapatkan susu kerbau, pembuat Gulo Puan harus ke OKI, Sumsel.(Dok/1001 Resep Menu)
Dilihat dari kandungan proteinnya, susu kerbau rawa ini memiliki protein lebih tinggi daripada susu sapi. Kandungan inilah yang membuat susu kerbau dapat diolah menjadi minyak samin dan gulo puan. Harus diakui tidak semua orang dapat membuat kue ini, namun tidak ada salahnya jika kita coba membuatnya.
Cara membuatnya; lima liter susu kerbau rawa dan 1 kilogram gula merah dicampur dan dimasak dengan api kecil. Adonan tersebut kemudian diaduk terus hingga sekitar lima jam. Jika susu mengental hingga mengering dan membentuk gumpalan kecoklatan, itu tandanya Gulo Puan ini siap dicetak sesuai selera.

Gulo Puan merupakan kudapan tradisional warisan para bangsawan.(Dok/1001 Resep Menu)
Namun jika kita membuat kue ini di Jakarta atau daerah lain, memang akan sulit. Utamanya karena bahan utamanya adalah susu kerbau rawa. Jika menggantinya dengan susu kerbau biasa, susu kambing, atau susu sapi, tentu bukan hanya rasa dan teksturnya yang berubah, namun juga rasa legit dan gurihnya pun akan sangat berkurang. Salah satu desa pembuat gulo puan adalah Desa Bangsal di OKI.
Kudapan Gulo Puan layak dicoba saat kamu berwisata atau sedang berada di Palembang, Sumatera Selatan. Pasalnya selain citarasa yang unik, kudapan ini merupakan warisan para bangsawan Sriwijaya sejak dulu kala.(*)
Berikan tanggapanmu di sini
Belum ada komentar