Gesang Martohartono, Oase Musik Keroncong Indonesia

1 Oct 2022
  • BAGIKAN
  • line
Gesang Martohartono, Oase Musik Keroncong Indonesia

Keroncong begitu identik dengan sosok yang satu ini. Sulit sekali menyebut musik Keroncong tanpa menyertakan nama Gesang Martohartono. Gesang Martohartono atau lebih dikenal Gesang merupakan seorang maestro keroncong Indonesia yang melegenda.

Namanya makin dikenal dunia, ketika satu lagu ciptaannya berjudul “Bengawan Solo” pada tahun 1940 sering dinyanyikan oleh penjajah Jepang. Bahkan, lagu yang dibuat Gesang pada usia 23 tahun itu menjadi lagu favorit para musisi di Jepang untuk dinyanyikan.

BACA JUGA: Tjoa Tek Swat, Ketika Seorang Pendeta Angkat Senjata

Tak berhenti di situ, “Bengawan Solo” kemudian makin melegenda di dunia setelah diterjemahkan ke dalam 13 bahasa termasuk Jepang, Inggris, Rusia, dan Mandarin.

lagu bengawan solo karya gesang

Gesang lahir di Surakarta 1 Oktober 1917.(Dok/Museum Lokananta)

Dilansir dari Ensklopedia Musik Indonesia, berkat lagu “Bengawan Solo” juga kemudian Gesang berkesempatan keliling Asia. Bahkan Gesang pernah diundang dalam festival salju Sapporo di Jepang atas undangan persahabatan antara Sapporo dengan Indonesia pada 1980.

Sebagai bentuk penghargaan atas jasanya terhadap perkembangan musik keroncong, Jepang kemudian mendirikan Taman Gesang di dekat Bengawan Solo pada tahun 1983.

Adapun pengelolaannya didanai oleh Dana Gesang, sebuah lembaga yang didirikan untuk Gesang di Jepang.

Sebagai seorang komponis, pria kelahiran Surakarta, 1 Oktober 1917 ini tercatat sudah melahirkan puluhan anak rohani yang abadi hingga kini.

Selain “Bengawan Solo”, berikut ini karya yang pernah ia gubah dan masih terus dinyanyikan oleh para penyanyi Indonesia.

gesang saat masih muda

Gesang menghabiskan waktu hidupnya di Solo, Jawa Tengah.(Dok/Museum Lokananta)

“Jembatan Merah”, “Saputangan”, “Dunia Berdamai”, “Si Piatu”, “Roda Dunia”, “Tembok Besar”, “Seto Ohashi”, “Pandanwangi”, “Kalung Mutiara”, “Pemuda Dewasa”, “Borobudur”, “Sebelum Aku Mati”, “Bumi Emas Tanah Airku”, “Urung”, “Kemayoran”. Lalu, “Impenku”, “Kacu-kacu”, “Tirtonadi”, “Sandhang Pangan”, “Nusul”, “Nawala”, “Pamitan”, “Caping Gunung”, “Ali-ali”, “Andheng-andheng”, “Luntur”, “Dongengan”, dan “Jago Kluruk”.

Selama tinggal di Solo, Gesang pernah menempati sebuah rumah pemberian Gubernur Jawa Tengah Soepardho Roestam di Perumnas Palur pada 1980. Rumah tersebut ia singgahi selama 20 tahun.

Kemudian setelah itu, sekitar tahun 2010 Gesang kembali tinggal di Jalan Bedoyo No 5 Kelurahan Kemlayan, Serengan, Solo.

Semasa hidup, Gesang meraih penghargaan Kebudayaan dari Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata pada 2010 dan memperoleh anugerah Bintang Kehormatan dari Kaisar Akihito pada 1992.

Dan karena lagunya yang mendunia, Gesang sempat pula diwacanakan memperoleh penghargaan sebagai pahlawan nasional oleh Pemkot Surakarta.

gesang jadi legenda musik

Gesang masuk dalam daftar legenda musik Indonesia.(Dok/Museum Lokananta)

Gesang tutup usia pada 20 Mei 2010 di Solo karena sakit dalam usia 92 tahun. Pada 13 Mei 2010 Gesang dibawa ke Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta karena mengalami gangguan pernapasan dan infeksi kandung kemih.

Kemudian, pada 16 Mei 2010 Gesang mengalami penurunan darah sehingga dipindahkan ke ruang ICU. Sempat dikabarkan meninggal dunia pada 18 Mei 2010, lalu pada 20 Mei 2010 Gesang tutup usia.

Dalam satu karyanya, Gesang seolah menyampaikan keinginannya untuk meninggalkan warisan abadi sebelum tutup usia.

Hal itu seperti tertuang dalam bait syair lagu “Sebelum Aku Mati”: Akan kutinggalkan, Warisan abadi, Semasa hidupku, Sebelum aku mati.

Pada bait itu, rasanya keinginan Gesang sudah tunai. Berkat lagu-lagu yang diciptakan, ia berhasil meninggalkan warisan abadi.

Sebab kini, meskipun jiwanya sudah tiada namun lagunya masih terus hidup dinyanyikan banyak insan.

Bahkan pada Jumat, 20 Mei 2022, saat usia kematiannya memasuki 12 tahun kiprahnya masih dikenang oleh masyarakat Kota Solo. Diperingati di Taman Sunan Jogo Kali, penyelenggara akan menghadirkan sejumlah seniman keroncong, antara lain Endah Laras dan Woro Mustiko.

gesang tutup usia

Gesang mendapat gelar kehormatan dari Kaisar Jepang.(Dok/Museum Lokananta)

Hingga, satu lagu ciptaannya yang berjudul Bengawan Solo, mampu menempatkan Gesang di puncak popularitas. Lagu ini ditulisnya pada 1940, saat Gesang berusia 23 tahun. Dengan menceritakan keelokkan Sungai Bengawan Solo, lagu ini mampu mendatangkan animo dari berbagai kalangan masyarakat, tak terkecuali dari mancanegara.

Berkat lagu ini, Gesang diundang untuk menyanyi di beberapa negara Asia. Begitu banyaknya masyarakat yang menyukai lagu Bengawan Solo, membuat lagu ini diterjemahkan dalam 13 bahasa, termasuk bahasa Inggris, Rusia, China, dan Jepang.

Menelusuri penciptaan lagu Bengawan Solo, prosesnya memakan waktu yang cukup lama, yakni sekitar enam bulan. Lagu ini tercipta berdasarkan kekaguman Gesang terhadap Sungai Bengawan Solo. Pemilihan nada dan lirik yang sederhana dalam lagu ini mampu membawa seseorang untuk ikut merasakan situasi dan kondisi Sungai Bengawan Solo yang sesungguhnya.

Bahkan lagu ini memiliki popularitas tersendiri di luar negeri, khususnya di Jepang. Lagu Bengawan Solo pernah digunakan dalam soundtrack salah satu film layar lebar Jepang, berjudul ‘Stray Dog (1949)’, garapan sutradara Akira Kurosawa.

Dari karya-karyanya yang luar biasa, Gesang telah mendapatkan berbagai penghargaan semasa hidupnya. Untuk mengapresiasi karya-karya Gesang, dibangunlah Taman Gesang yang berlokasi di kawasan Kebun Binatang Jurug pada 1983.

Pembangunan ini atas inisiasi dari Perhimpunan Dana Gesang Jepang. Kemudian, beliau memperoleh anugerah Bintang Kehormatan dari Kaisar Akihito pada 1992. Lalu, Gesang telah meraih penghargaan Kebudayaan dari Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata pada 2010.

Sejumlah kalangan tengah mengusahakan agar Gesang dianugerahkan gelar pahlawan. Jasanya memperkenalkan musik keroncong ke mancanegara dan lagu-lagu gubahannya telah memberi warna dalam perjalanan musik di Indonesia.

  • BAGIKAN
  • line