Desa Wisata Edelweis dan Bunga Abadi yang Dilindungi

4 Mar 2020
  • BAGIKAN
  • line
Desa Wisata Edelweis dan Bunga Abadi yang Dilindungi

Bunga edelweis tumbuh di banyak gunung di Indonesia. Tanaman yang tumbuh di tempat bebatuan sekitar 1,800-3,000 mdpl ini selalu menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan terutama para pendaki gunung.

Bunga edelweis dianggap sebagai lambang cinta abadi karena tidak akan layu hingga puluhan tahun.

Salah satu jenis edelweis tersebut ditetapkan sebagai tanaman yang dilindungi melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 92/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang dilindungi.

Di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) tercatat ada tiga jenis edelweis yang tumbuh.

Tiga jenis edelweis tersebut adalah Anaphalis visidaAnaphalis longifolia, dan Anaphalis javanica.

Seperti dikutip Antara, jenis Anaphalis javanica merupakan jenis bunga yang ditetapkan sebagai tanaman yang dilindungi.

Anaphalis Javanica berbeda dari dua jenis edelweis lainnya, karena memilki tangkai, daun, dan bunga yang lebih besar.

Selain itu, bunganya juga terlihat lebih indah.

1. Bunga ritual Suku Tengger

Pembibitan edelweiss di Desa Wonokitri. (Foto: instagram@tnbromotenggersemeru)

Pembibitan edelweis di Desa Wonokitri. (Foto: instagram@tnbromotenggersemeru)

Selain menarik minat wisatawan, bunga edelweis juga memiliki peran penting bagi masyarakat lokal di wilayah TNBTS, yang biasa disebut sebagai Suku Tengger.

Dalam berbagai upacara adat, masyarakat Tengger selalu menggunakan edelweis sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi.

Berbekal dari pengalaman tersebut, Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru berupaya untuk memberikan solusi berkelanjutan.

Sejak 2014, Balai Besar memiliki keinginan untuk mengembangkan Desa Wisata Edelweis.

Dua Desa Wisata Edelweis yang dikembangkan adalah Desa Wonokitri, Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan dengan luas lahan edelweis kurang lebih setengah hektare dan Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur dengan luasan sebesar satu hektare.

Dua desa itu mendapatkan bibit sebanyak 5.600 bibit untuk dikembangkan.

2. Budidaya bunga edelweis

Bunga edelweis. (Foto: newsmedia.co.id)

Bunga edelweis. (Foto: newsmedia.co.id)

Melalui perjalanan yang cukup panjang, pada akhirnya Desa Wisata Edelweis diresmikan melalui Festival Land of Edelweiss.

Peresmian tersebut dilaksanakan pada November 2018 di Desa Wonokitri, Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan.

Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Dody Wahyu Karyanto mengatakan bahwa desa wisata tersebut diharapkan mampu memberikan manfaat bagi warga dari dua desa itu.

Dody menjelaskan, dengan adanya Desa Wisata Edelweis tersebut, masalah kelangkaan bunga Edelweis itu bisa langsung teratasi melalui langkah konservasi.

Selain itu, sekaligus menjadikan masyarakat desa itu menjadi pelaku wisata dan bisa memberikan edukasi kepada wisatawan yang berkunjung.

Pengembangan Desa Wisata Edelwis di dua desa tersebut merupakan yang pertama kali di Indonesia.

Dengan kelebihan tersebut, diharapkan para wisatawan tidak hanya berkunjung ke kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, melainkan juga ke wilayah desa penyangga.

“Masyarakat Tengger ditambah potensi wisatanya, ini destinasi wisata potensial. Daerah penyangga harus jadi destinasi wisata alternatif supaya wisatawan tidak menumpuk di kawasan Gunung Bromo saja,” kata Dody.

3. Cendera mata edelweis

Pengembangan edelweiss di Desa Ngadisari. (Foto: instagram@tnbromotenggersemeru)

Pengembangan edelweiss di Desa Ngadisari. (Foto: instagram@tnbromotenggersemeru)

Di dua desa wisata tersebut, besaran tarif yang dikenakan pada wisatawan untuk berkunjung masih dalam tahap pembahasan oleh kelompok tani dan kepala desa setempat.

Diperkirakan, tarif masuk berkisar Rp50.000 hingga Rp150.000 per orang. Nantinya, para pengunjung diperbolehkan untuk memetik edelweis yang sudah dibudidayakan itu.

Namun, dengan catatan harus menanam bibit bunga yang sudah disediakan. Dengan demikian, keberlanjutan desa wisata tersebut akan tetap terjaga.

Bunga-bunga edelweis yang sudah merupakan hasil budi daya tersebut, bisa djual sebagai buket bunga, atau bahkan dibentuk menjadi boneka beruang.

Dengan adanya penambahan nilai dari bunga edelweis tersebut, harga jual yang ditawarkan juga tidak terlalu mahal.

Untuk bunga edelweis yang dirangkai menyerupai beruang kecil dijual dengan harga Rp50.000 per buah, sedangkan untuk buket bunga seharga Rp100.000.

Bagi para wisatawan, harga yang ditawarkan tersebut tidak terlalu mahal, mengingat bunga tersebut memiliki nilai yang sangat tinggi.

  • BAGIKAN
  • line