Bosan Vakansi ke Tempat Mainstream? Coba Tengok Kerajaan Bekantan di Tarakan

Kamu bosan menjelajahi destinasi wisata perkotaan? Jenuh, ketemunya lagi-lagi bangunan bertingkat, hiruk-pikuk lalu lintas, akhirnya kamu cuma dapat bad air effect.
Saatnya kamu putar haluan mencari destinasi wisata alam. Kalau masih bingung, mungkin salah satu destinasi wanawisata di Kalimantan Utara ini bisa jadi pilihanmu.
Tarakan, Kalimantan Utara, merupakan kota yang terkenal dengan wisata alam. Salah satu destinasi wisata alam Kawasan Konservasi Mangrove dan Bekantan (KKMB).
KKMB bisa menjadi rekomendasi terbaik, karena selain ekstos juga lokasinya sangat mudah dijangkau.
Objek wanawisata pesisir itu terletak di Jalan Gajahmada, hanya butuh sekitar 10 menit dari Hotel Segiri atau sekitar 20 menit jalan kaki dari Swiss-Belhotel Tarakan.
Di antara kemudahan dan keindahan mangrove, keunikan KKMB justru kehadiran bekantan.
Mengapa? Karena bekantan merupakan hewan endemik Pulau Kalimantan.
Penasaran? Saatnya kamu simak ulasan lengkapnya berikut ini.
1. Lihat jam makan bekantan
Setiap hari sekitar 10.00 Wita, seorang pria menyiapkan beberapa tandan pisang dan membawanya dengan gerobak menyelusuri jembatan ulin yang membelah kerimbunan hutan mangrove.
Setelah beberapa puluh meter membawa gerobak dari gudang makanan itu, pria berusia sekitar 50 tahun tersebut membongkar dan memindahkan muatannya ke sebuah bangunan mirip altar terbuat dari papan ulin.
Ternyata bangunan bertiang sekitar empat meter dari permukaan tanah itu adalah meja makan bagi bekantan (nasalis larvatus).
Setelah menanti hampir 10 menit, sayup-sayup terdengar suara teriakan satwa langka jenis primata berhidung panjang itu.
Tak lama kemudian, terdengar suara dahan, ranting, dan daun bergoyang. Seketika…, muncul sesosok primata berbulu cokelat kemerahan itu.
Ukurannya bervariasi karena sebagian tergolong masih anak-anak, namun paling besar kira-kira seukuran anak usia 10 tahun.
Beberapa menit berlalu, ternyata primata tamu pertama perampok makanan itu hanyalah belasan monyet ekor panjang.
Seperti dilansir Antara, Badriansyah, sang penjaga bertugas memberi makan di Kawasan Konsevasi Mangrove dan Bekantan (KKMB) Tarakan itu segera mencari kayu dan menghalau monyet pengacau tersebut.
2. Kelompok bekantan John dan Michael
Ternyata tidak mudah karena beberapa monyet ekor panjang bertubuh besar, tetap bandel bahkan tidak takut saat diteriaki.
Namun, setelah dilempar dengan kayu beberapa kali barulah mereka pergi. Tidak lama monyet ekor panjang pergi, dari balik kerimbunan mangrove keluar seekor pejantan bekantan bertubuh besar berhidung paling panjang.
Menyusul kemudian bekantan pengikutnya atau rakyatnya, berupa beberapa bekantan betina, bekantan muda, anak-anak, dan bayi.
Kelompok penguasa ini dipimpin oleh John, seekor bekantan paling besar dan tentu menjadi raja.
Sebagai penguasa, maka kelompoknya terlebih dahulu harus menikmati makanan mewah (pisang) itu, sedangkan kelompok lain dipimpin Michael masih bersembunyi.
Beberapa kali tampak John berlari ke pinggir altar dengan sikap mengintimidasi –menyeringai serta berteriak marah– karena kelompok Michael rupanya tidak sabar menanti gilirannya makan.
Setelah beberapa kali bersendawa seperti manusia kekenyangan, John bersama rakyatnya sekitar 30-an ekor pergi dan dari balik mangrove. Michael bersama kelompoknya pun langsung menyerbu sisa pisang.
3. Sistem kerajaan bekantan
Data KKMB, populasi bekantan di kawasan konservasi seluas 22 hektare yang dibangun sejak 2001 itu, mencapai 59 ekor, terbagi atas kelompok John dan Michael.
Bekantan tersebar dan endemik di hutan bakau, rawa, dan hutan pantai di Pulau Borneo (Kalimantan, Sabah, Serawak, dan Brunei).
Bekantan menghabiskan sebagian waktunya di atas pohon dan hidup dalam kelompok-kelompok berjumlah antara 10 sampai 32 ekor.
Sistem kerajaan (sosial) bekantan pada dasarnya adalah “one-male group“, satu kelompok terdiri atas satu jantan dewasa, beberapa betina dewasa, dan anak-anaknya.
Selain itu, terdapat kelompok “all-male“, terdiri atas beberapa bekantan jantan.
Jantan berumur remaja akan keluar dari kelompok “one-male” dan bergabung dengan kelompok “all-male“.
Hal itu dimungkinkan sebagai strategi bekantan untuk menghindari terjadinya “pertumpahan darah”.
Berikan tanggapanmu di sini
Belum ada komentar