Aji Muhammad Parikesit, Sultan Kutai Kertanegara Terakhir

Kutai Kertanegara pernah menjadi kerajaan berdaulat dan cukup lama berkuasa sebelum Indonesia merdeka. Sejarah mencatat Sultan Aji Muhammad Parikesit merupakan penguasa terakhir Kesultanan Kutai.
Dilansir dari laman kaltimprov.go.id, Aji Muhammmad Parikesit lahir pada tanggal 21 November 1895 dengan nama asli Aji Geger atau Aji Kaget. Ia merupakan putra dari Sultan Aji Muhammad Alimuddin. Sultan Aji Muhammad Parikesit memerintah Kutai Kertanegara mulai tahun 1920 hingga 1960 juga menjadi sultan terakhir yang memimpin sebelum Kesultanan Kutai resmi masuk dalam wilayah Republik Indonesia.
BACA JUGA: Jejak Berdarah Puputan Margarana
Lahir dengan nama Aji Kaget , dari kecil beliau dididik oleh Aji Muhammad Sulaiman, Sultan Kutai. Beliau turut sekolah Belanda di Samarinda tahun 1905. Tahun 1909 beliau mendapat gelar Adji Endje Renik. Tahun itu jugalah beliau turut sekolah Instituut Bos di Betawi. Tahun 1910 ayahnya wafat, tetapi karena umur beliau ketika itu belum dewasa, maka Pemerintahan Kutai dipegang oleh Dewan Perwalian yang dipimpin oleh Aji Pangeran Mangkunegoro.

Aji Muhammad Parikesit dilahirkan dengan nama asli Aji Kaget.(Dok/ Wiki Commons)
Tahun 1911 beliau menempuh ujian P.H.S. Dua Tahun sehabis itu beliau pindah ke sekolah Osvia di Serang. Pada tahun 1917 beliau kembali ke Kutai, karena Pangeran Mangkunegoro ingin memberi petunjuk beliau untuk memegang pemerintahan dan untuk mengenali norma budaya lembaga negeri. Tahun 1918 beliau diberi gelar Pangeran Adipati Praboe Anoem Soeria Adi Ningrat. Tanggal 14 November 1920 beliau dinobatkan dijadikan sultan Kutai Kartanegara dengan gelar Sultan Aji Muhammad Parikesit. Untuk melanjutkan sekolah dan menambah luas pengetahuannya, pada tahun 1928 belliau dengan permaisuri pergi ke negeri Belanda. Dan ketika itulah Aji Muhammad Parikesit dihadiahi gelar Officier der Orde van Oranje Nassau dari Kerajaan Belanda.
Sultan Aji Muhammad Parikesit sempat menyandang predikat sultan terkaya di bumi Borneo. Ia memiliki mobil dan kapal yang kala itu masih sangat sulit diperoleh kaum pribumi. Dalam menjalankan pemerintahan, ia memiliki pendekatan yang sangat populis dan selalu mengundang para pemimpin wilayah bertukar pendapat di istananya.

Aji Muhammad Parikesit bersama sang permaisru saat pernikahan.(Dok/ kutaikab.go.id)
Sultan Adji Muhammad Parikesit dibantu oleh tiga orang menteri yang memegang Pemerintahan kesultanan. Adapun seluruh daerah kesultanan Kutai itu terbagi atas tiga onderafdeling, adalah Kutai Barat, Kutai Timur dan Balikpapan. Ibu negeri yang pertama ialah Tenggarong, yang kedua Samarinda dan yang ketiga Balikpapan. Lewat ketiga onderafdeling itu terbagi kembali atas 17 buah district. Menurut sensus tahun 1934, banyaknya penduduk kesultanan Kutai sebanyak 106.559 jiwa, kecuali orang yang melakukan pekerjaan pada Maatschappij.
Selama Sultan Aji Muhammad Parikesit memerintah, amat sangat perubahan susunan Pemerintahan, sehingga pemerintahan pada zamannya hampir tidak telah tersedia bedanya kembali dengan susunan Pemerintahan Daerah Goebernemen. Pada tahun 1931 sudah diadakan sebuah persidangan yang bernama Hoofdenvergadering. Sekalian para kepala onderafdeling, district dan onderdistrict yang diundang untuk menghadiri rapat itu akan membicarakan soal-soal yang penting. Yang memimpin rapat itu adalah Sultan Kutai dengan Asisten-Residen. Rapat itu diadakan setiap 4 bulan sekali. Untuk menyelenggarakan rapat itu sudah didirikan sebuah gedung yang besar dengan perabotan yang modern dan disana jugalah tempat Sultan melakukan pekerjaan. Lalu, mulai pada tahun 1926 diadakan dua macam pengadilan, yaitu: Kerapatan Besar dan Kerapatan Kecil. Kerapatan Besar terdapat di Tenggarong dan Kerapatan Kecil terdapat di tiap-tiap district dan onderdistrict.

Dalam memerintah Sultan Aji Muhammad Parikesit dibantu tiga orang menteri.(Dok/ Wiki Commons)
Dua tahun setelah Indonesia merdeka tepatnya pada tahun 1947, Kesultanan Kutai berpindah status dijadikan Daerah Swapraja Kutai dan turut ke dalam Federasi Kalimantan Timur/Daerah Siak Besar bersama-sama daerah Kesultanan lainnya seperti Bulungan, Sambaliung, Gunung Tabur dan Pasir dengan membuat Dewan Kalimantan Timur yang diketuai oleh Sultan Aji Muhammad Parikesit. Sampai pada tanggal 27 desember 1949, Federasi Kalimantan Timur bergabung dengan Republik Indonesia Serikat.
Pada 21 Januari 1960 pemerintahan Kesultanan Kutai Kartanegara yang dipimpin Sultan Aji Muhammad Parikesit, diserahkan kepada pemerintah daerah melintasi Sidang Khusus DPRD Daerah Istimewa Kutai, yang diselenggarakan di Balairung Keraton Sultan Kutai, Tenggarong. Sejak itu Sultan Aji Muhammad Parikesit dan keluarganya hidup sebagai rakyat biasa.
Tanggal 22 November 1981, Sultan Muhammad Aji Parikesit meninggal dunia dalam usia 86 tahun dan dikebumikan di Pemakaman Raja-Raja Kutai Kertanegara. Masyarakat Kutai Kertanegara tetap mengenangnya sebagai raja yang rela menjadi rakyat biasa demi menjadi bagian dari Republik Indonesia.(*)
Berikan tanggapanmu di sini
Belum ada komentar